Digelar Daring, Rapat Pimpinan MUI Masih Soroti Covid-19
MUI menyoroti persoalan seputar ibadah di tengah pandemi Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MU) menyelenggarakan rapat pimpinan pusat secara daring pada Selasa (31/3). Topik pembahasan dalam rapat itu masih menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan wabah virus corona atau Covid-19.
Wakil Ketua Umum MUI, KH Muhyiddin Junaidi, menuturkan rapat hari ini membahas hasil rapat daring MUI Pusat dengan seluruh pimpinan MUI tingkat provinsi se-Indonesia.
Di antaranya terkait proses pemakaman jenazah yang wafat akibat virus Covid-19. "Nah itu kita sudah bahas secara tuntas, baik dari sisi teknis, misalnya dalam hal memandikan, mengkafankan, mensholatkan, kemudian memakamkannya," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (31/3).
MUI telah mengeluarkan fatwa nomor 18 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pengurusan Jenazah Muslim yang terinfeksi Covid-19. Fatwa tersebut merinci tata cara pengurusan jenazah Muslim terinfeksi virus, sekaligus sebagai penegasan kembali atas ketentuan Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 angka 7.
Pembahasan berikutnya yaitu soal sholat Jumat dan fardhu di tengah wabah corona saat ini. Muhyiddin mengatakan, fatwa 14/2020 itu sudah jelas bahwa ketentuan wajib-tidaknya pelaksanaan sholat Jumat yang diganti dengan sholat Zuhur di rumah disesuaikan dengan keadaan wilayahnya.
Bila aman, kata Muhyiddin, maka silakan sholat sebagaimana biasanya. Tetapi kalau tidak aman sebaiknya sholat Jumat itu tidak diselenggarakan dan diganti dengan sholat fardhu.
Fatwa itu bukan melarang sholat di masjid tetapi memberikan ruang penyesuaian. "Bagaimana bisa mengetahui suatu wilayah itu rawan atau tidak maka bicaralah dengan pemerintah daerah dan tokoh masyarakat dan sebagainya," tuturnya.
Selanjutnya, pada rapat kali ini juga dibahas draf imbauan MUI terkait masih mewabahnya virus Covid-19. MUI meminta pemerintah memenuhi janji-janjinya untuk melindungi rakyat miskin.
"Pemerintah janji ingin bantu rakyat miskin, ya bantu. Jumlah orang miskin yang terpapar akibat wabah ini bertambah, maka siapkan anggaran. Kalau tidak disiapkan justru juga berbahaya bagi stabilitas nasional," ujar dia.
MUI, lanjut Muhyiddin, juga mengimbau kepada para perantau di perkotaan untuk tetap bertahan dan tidak melakukan mudik ke kampung halaman. "Kalau masih bisa bertahan di kota, jangan mudik. Karena khawatir mereka menjadi pembawa virus Covid-19 sehingga bisa menularkan ke orang-orang di kampung. Sebaiknya bagi yang sudah dinyatakan ODP dan PDP, gak usah ikut. Karena kalau pun nanti mudik, harus dikarantina di sana," imbuhnya.
Muhyiddin menjelaskan, untuk sementara ini silaturahim dengan keluarga besar di kampung bisa dilakukan melalui teknologi komunikasi yang sudah sedemikian berkembang. Seperti video call, telepon atau sejenisnya. “Daripada mudik tetapi ada masalah, lebih baik tinggal, tidak usah mudik, menghindarkan diri dari kedaruratan, karena ada uzur syari," kata dia.