Kemenkes Minta PSBB DKI Fokus pada Nyawa Manusia

PSBB tidak akan efektif jika tujuan utamanya bukan menyelamatkan nyawa.

Antara/Muhammad Adimaja
Penumpang berada di dalam MRT Jakarta, di Jakarta, Senin (6/4/2020). Pasca diterbitkannya Permenkes tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19, moda transportasi MRT, KRL, LRT, dan Transjakarta mulai dilakukan pembatasan armada dan jam operasional.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur, Zahrotul Oktaviany, Antara

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta segera menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk menanggulangi penyebaran virus corona. Kebijakan PSBB berlaku sesuai permohonan Pemrov DKI Jakarta yang disetujui oleh pemerintah pusat.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta agar Pemprov DKI Jakarta tetap fokus menyelamatkan warga dari virus tersebut. "Tetap fokus pada nyawa manusia. Itu saja. Jadi, semua itu tidak ada maknanya ketika kita tidak bisa menyelamatkan manusia, dalam hal ini penduduk. Pesannya itu, nomor satu adalahnya masyarakat diselamatkan," kata Kepala Bidang Media dan Opini Publik Kemenkes, Busroni, menegaskan, Selasa (7/4).

Saat ini, Busroni melanjutkan, kuncinya adalah bagaimana Pemprov DKI melaksanakannya dan kapan hal itu akan dilaksanakan. Izin secara prinsip tertulis dikirimkan. Maka, seluruhnya ada di Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Monggo diatur sesuai dengan kemampuannya beliau di DKI secara keseluruhan, kemudian secara izin sudah diberikan," kata Busroni.

Menurut Busroni, sebenarnya status PSBB DKI Jakarta bukan pertimbangan Kemenkes, melainkan gugus tugas dengan berbagai aspeknya. Di antaranya aspek kesehatan, aspek keselamatan, dan aspek ekonomi. Jadi, menurut Busroni, tidak Kemenkes secara khusus tetapi tim, juga ada tim dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

"Tidak Kemenkes khusus, tidak, itu adalah tim. Ada tim dari Kemenhub, banyak tim di situ. Jadi, tidak Kemenkes, ingat lagi, pemerintah," kata Busroni.

Sebelumnya, Kemenkes telah menjelaskan perbedaan PSBB dengan lockdown atau karantina wilayah. PSBB tak sepenuhnya membatasi seluruh kegiatan masyarakat. PSBB hanya membatasi aktivitas tertentu saja di wilayah terduga terinfeksi Covid-19.

"Pembatasan sosial berskala besar atau PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk di dalam suatu wilayah yang diduga ada infeksi Covid-19 guna mencegah kemungkinan penyebaran," kata Sekjen Kemenkes Oscar Primadi dalam jumpa pers beberapa hari lalu.

Masyarakat, kata ia, masih dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari, tetapi kegiatan tertentu dibatasi. Dia memaparkan jenis kegiatan masyarakat yang secara teknis diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB sebagai Percepatan Penanganan Covid-19.

"Kegiatan pembatasan meliputi meliburkan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat umum, pembatasan kegiatan sosial-budaya, pembatasan moda transportasi, dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan keamanan," kata dia.

Oscar juga mengatakan, PSBB sejatinya berbeda dengan karantina wilayah (lockdown). Ketika lockdown, masyarakat tidak diperkenankan untuk beraktivitas di luar rumah.

"Dalam tindakan karantina, penduduk atau masyarakat di rumah, wilayah tertentu kawasan RT, RW, atau kawasan kelurahan, atau satu kabupaten/kota," ujar dia. "Dan masyarakat yang sedang dikarantina di rumah sakit tentu tidak boleh keluar. Ini yang membedakannya dengan PSBB," kata Oscar melanjutkan.

Baca Juga




PSBB diatur secara resmi dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Dikutip dari laman Kemkes, PSBB mengatur sekolah dan tempat kerja diliburkan kecuali bagi kantor atau instansi strategis yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, serta kebutuhan dasar lainnya.

Pembatasan kegiatan keagamaan juga diatur dalam Permenkes PSBB. Aturannya, kegiatan keagamaan dilakukan di rumah dan dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap orang. Di luar itu, kegiatan keagamaan dilakukan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah

Sejumlah tempat usaha esensial masih boleh beroperasi dengan pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak, yaitu supermarket, minimarket, pasar, toko atau tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, barang penting, bahan bakar minyak, gas, dan energi. Kemudian, fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas lain dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan juga masih boleh beroperasi. Intinya, jenis usaha yang dianggap memenuhi kebutuhan dasar manusia bisa tetap buka.

Kemudian, ada pembatasan kegiatan sosial dan budaya dalam aturan PSBB. Bentuknya berupa larangan kerumunan orang dalam kegiatan sosial dan budaya serta berpedoman pada pandangan lembaga adat resmi yang diakui pemerintah dan peraturan perundang-undangan.

Pembatasan moda transportasi juga masuk dalam aturan PSBB kecuali untuk moda transpotasi penumpang umum atau pribadi dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antarpenumpang. Selain itu, moda transpotasi barang dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk diperbolehkan untuk beroperasi.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Anwar Abbas mengajak penguatan sistem ketahanan hidup bertetangga di tengah PSBB atau sejenisnya. Tujuannya untuk menekan potensi kriminalitas.

"MUI mengimbau masyarakat menegakkan dan melaksanakan tuntunan Nabi dengan menciptakan satu sistem ketahanan hidup bertetangga," kata Buya Anwar kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (7/4).

Dia mengatakan, sistem ketahanan hidup bertetangga yang kuat dan baik itu didasarkan kepada nilai-nilai dari ajaran agama Islam yang ada. Dengan demikian, kata dia, Covid-19 dengan segala persoalan dapat diatasi dengan baik sehingga masyarakat bisa hidup dengan aman, tenteram, dan damai.

Hadits Nabi Muhammad SAW, kata dia, menyebut, "Barang siapa yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah memuliakan tetangganya."

"Di dalam hadits yang lain Nabi berkata bahwa engkau tidak bisa dikatakan telah beriman kepadaku, kata Nabi, kalau engkau tidur dalam keadaan perutmu kenyang, sementara tetanggamu kelaparan," kata dia.

Untuk itu, dia mengajak setiap keluarga harus peduli terhadap keadaan yang dialami keluarga lain yang merupakan tetangganya. Bila ada sebuah keluarga yang memiliki masalah, kata dia, orang dan keluarga yang menjadi tetangganya harus berempati dan datang membantu dengan segera.

"Apalagi, bagi orang Islam masalah ini jelas-jelas sangat menjadi perhatian. Bahkan, keberimanan seseorang kepada Allah dan hari akhir adalah dinilai dan diukur salah satunya dari sejauh mana dia peduli terhadap tetangganya," katanya.

Pembatasan kegiatan masyarakat, kata dia, memiliki tujuan memutus mata rantai penyebaran Covid-19. "Tetapi, ternyata hal demikian membuat ekonomi rakyat bermasalah sehingga banyak elemen masyarakat terpukul karena kehilangan pendapatannya," kata dia.

Dia mencontohkan masyarakat yang berada di lapis bawah seperti tukang ojek, sopir taksi, serta pedagang kaki lima penjual makanan di pinggir jalan yang kini mengalami kesulitan sehingga banyak di antara mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk itu, dia mengajak agar persoalan itu diatasi sehingga tidak memburuk yang dapat memicu kriminalitas karena alasan ekonomi sulit. "Kalau meluas maka tidak mustahil akan berdampak buruk terhadap kehidupan sosial-politik yang ada di negeri ini," kata dia.



Sekretaris Jendral Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (Sekjen PB IDI), dokter Moh Adib Khumaidi SpOT, menyebut PSBB idealnya dilakukan secara serentak. Adib menyebut tujuan dari PSBB adalah memutus mata rantai penularan dan membuat masyarakat tidak banyak melakukan kontak dengan yang lain. Namun, jika dilaksanakan dalam rentang waktu berbeda, efeknya tidak bisa maksimal.

"Saat ini PSBB dilaksanakan per wilayah. Misalnya, Jakarta melakukan PSBB, tapi sekitarnya tidak ada. Nah, di lingkungan sekitar, di mana ada kontak dan penyebaran virus, itu akan sulit, " ujarnya saat dihubungi Republika.co.id.

Status PSBB yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 9 Tahun 2020 disebut dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Meski demikian, durasi ini bisa diperpanjang dengan melihat situasi dan kondisi penyebaran Covid-19. Adib melanjutkan, ketika status PSBB suatu wilayah selesai dan terjadi pergerakan masyarakat dari luar ke wilayah tersebut, penyebaran virus yang awal terputus bisa berlanjut kembali.

"Idealnya PSBB ini dilakukan terpusat, serentak, satu kurun waktu yang sama di seluruh Indonesia. Untuk melaksanakan ini, memang harus ada persiapannya dan ini disiapkan secara nasional oleh semua wilayah," ujarnya.

PSBB yang dibuat per wilayah atau secara regional disebut memerlukan pemetaan pergerakan masyarakat yang akurat. Harus diperhatikan pula bagaimana kondisi di sekitaran wilayah tersebut. Menurut Adib, keputusan pembatasan sosial ini harus segera dikeluarkan.

Parameter atau indikator yang digunakan untuk menentukan PSBB harus objektif dan jelas. Untuk hal ini, wilayah juga harus disosialisasikan terlebih dahulu.

"Kita melihat ini sebagai kepentingan masyarakat, bukan kepentingan politik. Aspek kesehatan masyarakat harus kita dahulukan," ujarnya.


Infografis Membentengi Diri dari Covid-19 Saat di Luar Rumah - (republika.co.id)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler