PPNI Kaji Tuntutan Hukum Penolak Jenazah Perawat Covid-19

Tuntutan hukum bagi penolak jenazah perawat covid-19 untuk timbulkan efek jera

MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTO
Petugas pemakaman menurunkan peti jenazah pasien COVID-19. Organisasi perawat PPNI mengkaji rencana tuntutan hukum terkait penolakan jenazah positif covid-19
Rep: Bowo Pribadi Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Peristiwa penolakan terhadap jenazah penderita Covid-19 sangat disayangkan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah. Organisasi profesi ini bahkan tengah mengkaji kemungkinan persoalan ini dibawa ke ranah hukum.


“Harus ada pembelajaran terkait kejadian ini, karena profesi perawat ini merupakan garda terdepan penanganan Covid-19 yang sangat dibutuhkan masyarakat,” ungkap Ketua DPW PPNI Provinsi Jawa Tengah, Edy Wuryanto, saat ditemui di Sekretariat DPW PPNI Jawa Tengah, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jumat (10/4).

Menurutnya, PPNI sedang mengkaji masalah hukum, di balik penolakan jenazah perawat ini. Namun warga --termasuk oknum Ketua RT yang menolak rencana pemakaman—sudah datang ke sekretariat PPNI dan mengklarifikasi, bahkan juga sudah menyampaikan permohonan maaf atas peristiwa tersebut.

Maka hal ini akan disampaikannya kepada teman-teman se-profesi, untuk mengkaji ulang persoalan hukum tersebut. Menurutnya, dalam persoalan ini yang penting adalah ada pembelajaran jangan sampai ada lagi jenazah pasien Covid-19 yang ditolak warga, karena itu sangat menyakitkan.

Tentunya PPNI juga harus berhati- hati dan tidak bisa langsung gegabah. “Nanti habis Jumatan saya akan rapat dengan ahli hukum, apakah ini masih layak untuk diteruskan atau kita ambil mediasi. Yang penting masing- masing memiliki kesadaran bahwa ini memang situasi yang tidak dikehendaki,” tegas anggota Komisi IX DPR RI tersebut.

Ia juga menjelaskan, berdasarkan klarifikasi PPNI, penolakan pemakaman jenazah perawat di TPU Siwarak, lingkungan Sewakul, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Kamis (8/4) sore sifatnya spontan. Sebetulnya jenazah bakal dimakamkan di lingkungan Susukan dan sebenarnnya tidak ada masalah.

Tapi atas permintaan keluarga,jenazah minta dimakamkan di Sewakul, sehingga di TPU Siwarak, Sewakul lalu disiapkan dan semua sudah oke dan bergeser ke sana semua. Lalu ternyata di Sewakul –disebutkan-- menimbulkan ketakutan, alasannya banyak sirene dan banyak mobil kendaraan yang datang.

Sebenarnya, ini bisa dimaklumi karena yang meninggal adalah tenaga kesehatan rumah sakit, jadi yang mengantar atau mengikuti ke pemakaman juga banyak dan inilah yang kemudian menjadi alasan munculnya penolakan.”Karena menurut mereka situasinya menjadi sangat mencekam lalu ada respon penolakan,” lanjut Edy.

Maka ia juga berharap stigma negatif terhadap jenazah PDP Covid-19 ini dihilangkan dan jangan sampai ada stigma bahwa jenazah tersebut bisa menularkan kepada yang sehat. Karena prosedur pemulasaraan jenazah tersebut juga dilakukan sebagaimana mestinya. Sudah ada pencegahan berlapis, mulai dari jenazah, plastik, kain kafan, plastik lagi, kantong jenazah baru peti jenazah.

Masing- masing lapisan ini sudah dijaga agar tidak terjadi penularan. Jadi aman, hanya rakyat kita itu tidak tahu informasi dari mana, stigma muncul dan seolah- olah semua jenazah itu bisa menularkan kepada orang yang sehat. “Jadi mindset serta stigma ini yang harus diubah di masyarakat,” tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler