Kisah Shalat Jumat Yang Hilang Karena Corona di Norwegia

Hilangnya shalat Jumat di Norwegia karena Corona

Savitri Icha Khairunnisa
Salah kegiatan Muslim di Norwegia yakni dengan menggelar shalat Idul Fitri.
Red: Muhammad Subarkah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Savitry Icha Khairunnisa, WNI Tinggal di Norwegia.

 

Tadi setelah sholat subuh anak saya, Fatih, tiba-tiba mengeluh pendek.

"Bunda, aku kangen Jumatan."

"Bunda juga kangen. Kamu Jumatan sama Ayah ya Fatih."

"Biasanya kalau Jumat libur aku seneng, karena bisa Jumatan tanpa izin dari sekolah,'' tukasnya lagi

                ******

Dan ini Jumat keempat berlalu tanpa sholat Jumat di masjid. Kenyataan yang membuat hati masygul. Sedih.

Bertahun-tahun sebelum ini, Jumatan adalah perjuangan bagi kaum Muslim, khususnya pelajar, di negeri minoritas seperti Norwegia.

Apalagi Jumatan di negeri empat musim waktunya selalu bergeser, mengikuti pergerakan matahari.


Saat musim semi - panas (April - Agustus) tidak ada masalah. Sholat Jumat mulai sekitar jam 14:30 atau bahkan 15:30. Maklum siangnya panjang semakin mendekati puncak musim panas.

Sebaliknya, di musim gugur - dingin (September - Maret), Jumatan dimulai bervariasi antara jam 12:30 - 14:00. Sementara jam sekolah baru selesai jam 14:10. Waktu Jumatan di musim dingin inilah yang jadi masalah.

Waktu Fatih SD, saya gerilya sempat bertanya ke wali kelas dan kepala sekolah tentang kebijakan shalat Jumat di musim dingin untuk anak sekolah. Waktu itu, ibu kepala sekolah meminta waktu untuk bertanya ke kantor walikota. Sepertinya pertanyaan kami adalah yang pertama, sehingga pihak sekolah tidak bisa mengambil keputusan sendiri.

Sebulan berlalu, dan kabar yang kami terima tidak menggembirakan. Pihak Pemda menyerahkan keputusan pada pihak sekolah, tapi dengan penekanan bahwa kegiatan belajar mengajar adalah prioritas utama.

Akhirnya pihak sekolah memutuskan bahwa Fatih tidak dapat izin untuk shalat Jumat, karena itu berarti dia akan rutin meninggalkan jam sekolah. Selain menjadi preseden kurang baik untuk sekolah dan teman-teman lain, Fatih juga bakalan ketinggalan pelajaran secara rutin.

Kami telan kekecewaan itu. Tak ada pilihan lain selain manut. Kami bisa sedikit tenang karena Fatih belum baligh. Belum ada kewajiban sholat Jumat.

Kami pun masih sangat bersyukur, Fatih diizinkan sholat dhuhur di sekolah. Disediakan ruang khusus pula. Dia juga bebas menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Tetap alhamdulillah.

Memasuki jenjang SMP, soal Jumatan kembali jadi concern saya dan suami. Lagi-lagi saya gerilya bertanya ke ibu wali kelas. Alur jawabannya tetap sama. Pihak sekolah harus bertanya ke Pemda. Dan jawaban Pemda tetap sama. Keputusan ada di tangan sekolah. Kegiatan belajar mengajar harus diprioritaskan.

Alhamdulillah wali kelas Fatih orangnya sangat baik, pengertian, dan akomodatif. Memang beliau tetap tidak mengizinkan Fatih rutin izin meninggalkan jam pelajaran setiap Jumat. Setelah bernegosiasi, kami sepakat Fatih izin tiap dua minggu. Izin ini juga tidak akan mempengaruhi nilai akademisnya. Alhamdulillah. Kami anggap ini kemudian dari Allah.

Jadi tiap dua Jumat, Fatih akan izin pulang duluan di dua jam pelajaran terakhir. Izinnya adalah untuk menghadiri shalat Jumat di masjid.

Terakhir kali Fatih Jumatan sekitar enam pekan lalu. Ketika semua sekolah tutup serentak mulai 12 Maret. Saat itu awalnya Fatih senang karena dianggap masih bisa shalat Jumat meski dalam keadaan 'lockdown' karena pandemi virus asal Wuhan Cina: Corona.

"Akhirnya aku bisa Jumatan tiap Jumat!"

Ternyata harapan itu tinggal harapan. Berkaitan dengan kebijakan lockdown pemerintah Norwegia, terbit pula fatwa dari IRN (Islamsk Råd Norge), lembaga Majelis Ulama Norwegia. Semua masjid ikut ditutup. Segala kegiatan ibadah berjamaah ditiadakan selama lockdown, demi menghentikan laju penularan covid-19.

Tak ada opsi lain kecuali patuh pada fatwa ulama. Sejak itu masjid Falah-ul-Muslimeen di kota kami selalu sepi. Namun bukan hanya kami. Sebagian besar masjid di seluruh dunia pun memberlakukan kebijakan sama.

Bahkan dua masjid di Tanah Suci pun jadi lengang, syahdu, dan muram. Tak ada lagi ribuan jamaah dengan shaf-shaf rapi mendirikan sholat jamaah yang pahalanya berlipat ganda.

Kini yang utama dan bermakna jihad ikhtiar ummat adalah sholat lima waktu di rumah masing-masing.

Kita tidak sendiri. Ini adalah ujian keimanan dan kesabaran untuk seluruh umat beragama di manapun. Tetap langitkan doa agar wabah ini segera berakhir. Semoga kita semua tetap sehat dan selamat melaluinya. Belajar dari hikmah yang ada di balik pandemi yang meluluhlantakkan berbagai sendi kehidupan bermasyarakat.

                     ******

Akhirnya tadi pagi, akhirnya ayah dan anak bersama menyimak sholat dan kutbah Jumat dari Masjidil Haram (bisa dilihat di sini: https://www.youtube.com/watch?v=fifH4oGDKXQ).

Ya cukup menyimak, karena waktu sholatnya berbeda. Dhuhur di Mekkah, dhuha di Norwegia. Yang penting bisa ikut merasakan kesyahduannya.

Sambil menantikan waktu sholat dhuhur, Fatih menyibukkan diri dengan proyek Lego Mindstorms-nya. Khusyuk sekali dia.

Tapi apapun keadaan kita, tetap semangat dirikan sholat wajib dan sunnah. Semakin kita giatkan semua ibadah wajib dan sunnah. Ramadhan sebentar lagi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler