PBB: Dunia Hadapi Epidemi Berita Palsu

Berita palsu mengenai Covid-19 dapat merusak rekomendasi kesehatan yang benar.

AP Photo/Mary Altaffer
Sekjen PBB Antonio Guterres
Rep: Lintar Satria Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan saat ini dunia tengah menghadapi epidemi berita palsu yang berbahaya tentang virus corona atau Covid-19. Guterres mengumumkan kampanye PBB untuk membanjiri internet dengan fakta dan sains demi melawan balik apa yang ia sebut "racun" yang membahayakan nyawa.

Sekjen PBB mengecam apa yang ia sebut misinfo-demic global. Berita-berita palsu mengenai Covid-19, menurut dia, dapat merusak rekomendasi kesehatan yang benar, kebohongan "obat minyak ular", dan menjadi teori konspirasi yang liar.

Ia meminta organisasi media sosial untuk bertindak lebih banyak dalam mengatasi penyebaran berita palsu. Guterres berharap perusahaan media sosial dapat membasmi kebencian dan pernyataan berbahaya mengenai Covid-19.

"Kebencian menjadi viral. Stigmatisasi dan menjelekkan orang dan kelompok. Rasa saling menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia harus menjadi kompas untuk kami dalam menavigasi krisis ini," kata Gutteress dalam video pernyataannya, Rabu (15/4).

Sekjen PBB mengatakan, masyarakat di seluruh dunia takut. Mereka ingin tahu apa yang perlu dilakukan, ke mana mereka meminta nasihat, dan mereka membutuhkan sains.


Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, menekankan pentingnya keakuratan informasi. "PBB akan menghubungi berbagai perusahaan media sosial," kata Dujarric.

Ia mengatakan, beberapa perusahaan media sosial sudah mencoba membasmi informasi-informasi palsu. Mereka telah menutup akun orang yang menyebarkan informasi salah dan berbahaya.

Dujarric mengatakan, PBB menyadari ada benang halus yang menyeimbangkan kebebasan berbicara dan informasi palsu. Ia mengatakan, setiap hari keseimbangan itu dimainkan bahkan oleh negara-negara demokrasi.

"Sekretaris jenderal tidak akan ke satu pihak untuk memutuskan. Apa yang kami lakukan adalah mendorong informasi berbasarkan ilmu pengetahuan," kata Dujarric.

Ia menambahkan, perusahaan media dan media sosial membuat keputusan itu setiap waktu. Namun, menurut dia, sangat penting untuk memerangi penyebaran informasi palsu tentang Covid-19.

"Sekjen salut pada jurnalis dan pihak lain yang memeriksa fakta bergunung-gunung berita dan unggahan media sosial yang palsu," kata Dujarric menambahkan.

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler