Kemenkes Jawab Pertanyaan Kapan Corona Berakhir
PSBB menjadi solusi yang paling memungkinkan untuk melawan pandemi corona.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Antara
Memasuki pekan kelima bekerja, sekolah, dan beribadah dari rumah pertanyaan terbesar di benak semua orang adalah sampai kapan pandemi corona akan berakhir. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengaku tidak memiliki jawaban pasti kapan pandemi virus corona SARS-CoV2 atau Covid-19 di Indonesia berakhir. Menurut Kemenkes, pandemi ini bisa selesai jika masyarakat mematuhi dan melaksanakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Achmad Yurianto, berakhirnya pandemi ini sangat tergantung pada publik. "Semua tergantung pada kesadaran masyarakat untuk mematuhi (PSBB). Kemenkes dan pemerintah memang menyiapkan jangan ada penularan baru tetapi masyatakat juga mencegahnya dengan menerapkan PSBB," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (20/4).
Ia menjelaskan penularan Covid-19 masih tinggi karena masyarakat belum mematuhi PSBB dengan tidak menjaga jarak. Bahkan, ia menyontohkan banyak masyarakat yang berada di permukiman kampung-kampung masih tidak menjaga jarak dan berbicara dalam jarak dekat dengan tetangganya. Atau masih banyak masyarakat yang tidak menggunakan masker wajah.
Kebiasaan-kebiasaan seperti ini membuat masyarakat tidak terlindungi. Padahal, ia mengakui virus ini menyebar dengan cepat dan kini terjadi di lebih dari 200 negara di dunia.
Karena itu, ia tak henti-hentinya meminta masyarakat supaya benar-benar mematuhi PSBB supaya rantai penularan virus bisa diputus. Ia khawatir jika masyarakat tidak melakukannya maka pandemi ini bisa terjadi dalam waktu berkepanjangan.
Ia menyontohkan saat pandemi infeksi saluran pernapasan berat (SARS) pada 2002 lalu terjadi selama hampir dua tahun kemudian baru berakhir. Padahal, ia menyebutkan saat itu tidak banyak di negara ini meski pemerintah telah berjaga-jaga.
Tak hanya itu, ia menyebutkan orang-orang yang pergi keluar negeri tahun 2002 tidak sebanyak sekarang. Jadi mobilitasnya jauh lebih banyak saat ini.
Selain itu China yang jadi asal pandemi saat itu tidak seterbuka seperti sekarang. Karena itu ia menyebutkan kasus Covid-19 saat ini lebih kompleks.
"Bahkan Amerika Serikat (AS) kalang kabut mengatasi kasus ini dan bubar jalan. Artinya ini tidak hanya berbicara ketersediaan rumah sakit (RS), sehebat apapun RS atau banyak alat pelindung diri (APD) telah diberikan tetapi kalau kasus dibiarkan ya jebol juga seperti AS," katanya.
Ia menegaskan tindakan yang paling masuk akal untuk mencegah Covid-19 semakin meluas adalah melakukan PSBB.
Transportasi Masih Berjalan
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, memberi pandangannya soal PSBB yang telah berjalan. Ia menilai persoalan dalam penerapan PSBB bukan terletak pada moda transportasi. Melainkan pada perusahaan-perusahaan yang beroperasi secara normal.
"PSBB di Jabodetabek ada yang belum efektif betul tapi ada kemajuan dibanding beberapa minggu lalu kalau dilihat halte, stasiun, terminal sudah mulai berkurang tapi yang masalah bukan di transportasinya tapi di hulu, yaitu masih banyak pekerja yang bekerja dari kantor," kata Doni Monardo di kantornya di Jakarta, Senin (20/4).
Doni menyampaikan hal tersebut seusai mengikuti rapat terbatas dengan tema Laporan Tim Gugus Tugas Covid-19 yang dipimpin Presiden Joko Widodo melalui konferensi video di Istana Merdeka. "Ini yang diupayakan mulai tingkat imbauan, teguran dan kita harap gugus tugas daerah lebih tegas lagi untuk memberikan teguran perusahaan-perusahaan yang belum memenuhi protokol kesehatan," tambah Doni.
Wacana penyetopan KRL Jabodetabek sempat diinisiasi sejumlah kepala daerah di Jabodetabek. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengusulkan kepada Kementerian Perhubungan agar agar operasi KRL Jabodetabek selama masa PSBB. Hal itu sejalan dengan sikap Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang menyampaikan hal serupa.
Namun pada 17 April 2020, Kementerian Perhubungan sudah memutuskan untuk tidak menghentikan sementara operasional KRL Jabodetabek. Keputusannya hanya akan melakukan pembatasan jumlah penumpang untuk menjaga jarak serta membatasi jam operasional.
"Kalau kantor tidak disiplin dengan mempekerjakan karyawannya dari rumah atau mengurangi 50 persen aktivitasnya maka otomatis moda transportasi dikurangi malah terjadi penumpukan di terminal, stasiun, halte. Itu kewajiban kita untuk mengantar penumpang karena kalau dibiarkan akan terjadi penumpukan kembali dan membahayakan saudara kita kalau ada 1-2 orang terpapar Covid-19 tanpa gejala," jelas Doni.
Jam operasional KRL sudah dibatasi menjadi pukul 06.00-18.00 WIB dengan keberangkatan kereta-kereta pertama dari wilayah penyangga Jakarta pukul 05.00 WIB. "Kalau 1-2 orang itu menulari orang sekitarnya dan bila ada perkumpulan orang yang di antara mereka ada yang memiliki penyakit penyerta akan sangat berbahaya, karena itu kantor-kantor yang belum taat silakan karyawannya memberikan info ke gugus tugas di mana kantor yang belum menaati PSBB," tambah Doni.
Untuk hasil PSBB yang diterapkan di beberapa daerah saat ini menurut Doni menunjukkan adanya grafik jumlah pasien positif Covid-19 yang lebih kecil dibanding permodelan para pakar. "Parameter keberhasilan PSBB kita lihat dari grafik peningkatan kasus jauh lebih kecil dibanding sejumlah permodelan para pakar. Momentum ini bisa digunakan untuk meningkatkan disiplin pribadi dan kolektif, seseorang tidak bisa bekerja sendirian tanpa didukung lingkungannya," ungkap Doni.
Penerapan PSBB
Penerapan PSBB diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 31 Maret 2020. Provinsi pertama yang menerapkan PSBB adalah DKI Jakarta sejak 10 April 2020 sampai 24 April 2020 namun Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku akan memperpanjang waktu PSBB karena penanganan Covid-19 memerlukan waktu yang lebih lama.
Hingga Sabtu (18/4) sudah ada dua provinsi dan 16 kabupaten dan kota yang mengajukan dan menerapkan PSBB. Provinsi yang sudah disetujui PSBB-nya oleh Kementerian Kesehatan adalah (1) DKI Jakarta dan (2) Sumatera Barat
Sedangkan kabupaten dan kota yang dibolehkan melakukan PSBB adalah (1) Kabupaten Bogor, (2) Kota Bogor, (3) Kota Depok, (4) Kota Bekasi, (5) Kabupaten Bekasi, (6) Kota Tangerang Selatan, (7) Kota Tangerang, (8) Kabupaten Tangerang, (9) Kota Pekanbaru, (10) Kota Makassar, (11) Kota Tegal, (12) Kota Bandung, (13) Kabupaten Bandung, (14) Kabupaten Bandung Barat, (15) Kabupaten Sumedang, (16) Kota Cimahi.
Sumatra Barat akan menerapkan PSBB pada 22 April 2020 hingga 14 hari ke depan. Kelima daerah penyangga DKI Jakarta itu yakni Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan Kota Depok sudah menerapkan PSBB pada 15 April 2020 hingga 29 April 2020.
Sedangkan wilayah Bandung Raya yang terdiri dari Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Bandung Barat dan Sumedang yang diputuskan akan menerapkan PSBB pada 22 April 2020.
Hingga Senin (20/4), jumlah positif Covid-19 di Indonesia mencapai 6.760 kasus dengan 747 orang dinyatakan sembuh dan 590 orang meninggal dunia.
Berdasarkan data dari situs Worldometers, hingga Senin (20/4) pagi terkonfirmasi di dunia ada 2.407.339 orang yang terinfeksi virus corona dengan 165.069 kematian. Sedangkan sudah ada 625.127 orang yang dinyatakan sembuh.
Kasus di Amerika Serikat mencapai 764.265 kasus, di Spanyol 198.674 kasus, di Italia 178.972 kasus, di Prancis 152.894, di Jerman sebanyak 145.742, Inggris sebanyak 145.742, di China 82.747 kasus, di Iran 82.211.
Jumlah kematian tertinggi bahkan saat ini terjadi di Amerika Serikat yaitu sebanyak 40.565 orang, disusul Italia yaitu sebanyak 23.660 orang, Spanyol sebanyak 20.453 orang, Prancis sebanyak 19.718 orang, Inggris sejumlah 16.060 orang kemudian Belgia sebanyak 5.683 orang. Saat ini sudah ada lebih dari 213 negara dan teritori yang mengonfirmasi kasus positif Covid-19.
Diperkirakan Lama
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memperkirakan pandemi virus corona SARS-CoV2 diperkirakan berlangsung lama. Karena itu dibutuhkan dukungan semua pihak termasuk perusahaan swasta.
"Kemungkinan pandemi ini dapat berlangsung dalam jangka waktu yang relatif panjang. Karena itu erja sama dan dukungan dari berbagai pihak amat diperlukan," ujar Ketua Umum Pengurus Besar IDI Daeng M Faqih seperti dalam keterangan tertulis yang diterima.
Sektor pemerintah dan swasta harus bahu membahu, serta dibutuhkan kontribusi dari masyarakat. "Kita semua patut mengutamakan solidaritas bangsa,dan bergotong-royong bersama pemerintah mengatasi krisis,” katanya.
Motivator Merry Riana mengatakan masa pandemi virus corona yang mengharuskan orang-orang lebih banyak berada di rumah ibarat masa-masa ulat menjadi kepompong sebelum menjadi kupu-kupu. Memang awalnya masyarakat Indonesia harus menahan diri tetapi pada akhirnya bisa bertahan dan melewati pandemi ini.
"Ulat saat menjadi kepompong merasa tidak nyaman, tidak bisa bergerak bebas. Ketika dia merasa hidupnya akan berakhir seperti itu, dia kemudian menjadi kupu-kupu yang lebih indah," kata Merry di Youtube saluran BNPB Indonesia.
Merry mengatakan masa-masa harus bekerja di rumah, belajar di rumah, dan beribadah di rumah untuk menghindari penularan virus corona penyebab Covid-19 adalah proses yang sama dengan saat ulat menjadi kepompong. Ketika proses ini berhasil dilalui, Merry yakin semua akan menjadi individu-individu yang lebih baik, seperti kepompong yang berubah menjadi kupu-kupu.
"Saya takin ini semua akan bisa kita lalui. Indonesia bisa pulih kembali, Indonesia bisa sehat kembali," tuturnya.
Karena itu, Merry menyarankan masyarakat untuk tidak mudah panik dan tidak mudah protes terkait dengan kebijakan yang pemerintah ambil dalam menangani Covid-19. Ia mengakui mungkin di awal ada yang merespons dengan panik atau marah.
"Namun, ini sudah berjalan sebulan," katanya. Merry yakin masa pandemi Covid-19 yang sudah berjalan selama satu bulan akan lebih memudahkan masyarakat untuk berproses menanggapi situasi tidak nyaman yang muncul.
Pada masa pandemi Covid-19, agar di rumah saja tetap sehat, Merry menyarankan masyarakat untuk menjaga imun, menjaga iman, dan menjaga pikiran. Ia menyebutkan membaca dan melihat berita-berita yang bermacam-macam tentang virus corona, kemudian merasa takut. "Ketakutan itu justru bisa membuat kita menjadi sakit," katanya.