Ribuan Warga Israel Berdemo dengan Jaga Jarak Saat Pandemi

Warga Israel menuntut demokrasi kepada pemerintahan Benjamin Netanyahu.

BBC
Situasi di Bnei Brak, Israel, setelah lockdown
Rep: Fergi Nadira Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Ribuan warga Israel menggelar protes kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk menuntut demokrasi. Lapangan di alun-alun Tel Aviv diukur dan ditandai setiap dua meter untuk para pengunjuk rasa. Tanda X menunjuk tempat di mana seseorang dapat berdiri di bawah pedoman jarak sosisal karena virus corona di Israel.

Baca Juga


Dengan mengenakan masker dan berdiri berjarak, seorang pengunjuk rasa mengibarkan sebuah tulisan; "Saya tidak akan diam karena negara saya telah berubah." Ditempatkan secara teratur dengan jarak sosial yang merata, aksi protes warga membuat Rabin Square tampak penuh, padahal dapat menampung puluhan ribu orang.

Pekan ini, Israel mulai melonggarkan pembatasan sosial sebagai upaya pencegahan penularan virus. Di bawah batasan ketat, protes masih diizinkan selama para warga mematuhi aturan pemerintah.

"Akan ada pertumbuhan eksponensial dalam jumlah orang dengan corona, tetapi satu-satunya hal yang anda benar-benar lihat tumbuh secara eksponensial adalah jumlah orang yang bersedia berdiri dan melindungi bangsa dan demorasi," ujar penyelenggara protes, Shikma Schwarzmann dikutip CNN, Selasa (21/4).

Berbicara di protes itu, Anggota Parlemen Yair Lapid mengkritik Netanyahu dan Ketua Parlemen Benny Gantz. Gantz memutus hubungan dengan Lapid hampir sebulan yang lalu ketika dia setuju untuk berada di bawah kepemimpinan Netanyahu. Langkah itu memecah belah Partai Blue and White, dan Lapid membawa fraksinya ke oposisi ketika Gantz mengejar pemerintah persatuan dengan Netanyahu.

"Anda tidak memerangi korupsi dari dalam. Jika kamu berada di dalam, kamu adalah bagian dari itu," kata Lapid, dalam kritik Gantz. "Kami di sini untuk mengatakan bahwa kami tidak akan pernah menyerah. Terlalu banyak orang baik telah menyerah," katanya.

Menurut Lapid, demokrasi mati di abad ke-21 oleh sebab orang baik yang diam, dan orang lemah yang menyerah. "Demokrasi telah hilang," katanya.

Pemimpin partai gabungan Joint List Arab, Ayman Odeh menyerukan aliansi partai-partai Yahudi dan Arab untuk mengalahkan Netanyahu. "Kami warga Arab sendiri tidak dapat membawa perubahan mendasar, tetapi tanpa kami, ini tidak akan pernah bisa dilakukan," kata Odeh, berbicara pada protes tersebut.

"Selama krisis ini, ada peluang nyata untuk membangun kamp demokrasi dan front Yahudi-Arab yang luas untuk perdamaian dan demokrasi," ujarnya menyerukan. Sejauh ini Gantz dan Netanyahu telah gagal menyepakati persyaratan pemerintahan baru. Pertemuan terakhir antara kedua belah pihak berakhir Senin pagi tanpa terobosan nyata.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler