Sidebar

Kisah Hamka Atas Peran Makkah Bagi Pergerakan Islam

Tuesday, 21 Apr 2020 13:25 WIB
Putra raja Saudi dengan rombongannya pergi haji ke Makkah tahun 1935

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika.

Dekade awal 1900-an merupakan dekade pahit dari kekuasaan Ottoman Tukri. Dinasti yang berbilang abad menguasi hampir setengah dunia mendadak meringkih. Bahkan orang barat, khususnya Inggris,  menyebut Turki layaknya orang tua yang sakit-sakitan.

Dan benar, tak lama kemudian pada dekade kedua 1900-an, imperium Turki pun tamat. Sebuah hal yang tidak terbayangkan karena mereka sudah menguasai dunia hamper lima ratus tahun lamanya.

Bahkan, mulai dekade 1900-an mulai muncul tanda-tanda masyarakat yang ada di tanah Hejaz tak mau lagi tunduk ke Turki. Dan benar saja pada 23 September 1932, Raja Abdul Aziz As-Saud memproklamirkan berdirinya Kerajaan Arab Saudi.  Sejak saat itu Makkah dan Madinah yang ada di tanah Hejaz terlepas dari genggamannya. Hak eklusif atas penguasaan Makkah dan Madinah dari Sultan Turki melalui seorang gubernu atau ‘Amir’ pun tiada lagi. Arab kini eksis menjadi sebuah negara. Kenangan bersama Turki yang hampir enam abad pun tanggal.

Di Indonesia, berita soal kemenangan Ibnu Sa'ud membebaskan tanah Hejaz dari Turki disambut gembira. Tokoh perjuangan kemerdekaan seperti HOS Cokroaminto bersama ‘murid’-nya yang bernama Sukarno pun bersuka cita. Cokro bersama Haji Agus Salim kemudiaan sempat pergi ke Makkah sekalian ikut konfrensi internasioal Islam.

Jejak Soekarno yang kagum pada perjuangan Ibnu Sa'ud yang berhasil memerdekakan tanag Hejaz dari kekuasaan Ottoman Tukir di antara begini:

"Tuan-tuan yang terhormat! Lihatlah di dalam sejarah dunia, lihatlah kepada perjalanan dunia itu. Banyak sekali negara-negara yang merdeka, tetapi bandingkanlah kemerdekaan negara-negara itu satu sama lain! Samakah isinya, samakah derajatnya negara-negara yang merdeka itu? Jermania merdeka, Saudi Arabia merdeka, Iran merdeka, Tiongkok merdeka, Nippon merdeka, Amerika merdeka, Inggris merdeka, Rusia merdeka, Mesir merdeka. Namanya semuanya merdeka, tetapi bandingkanlah isinya!”


Bung Karno juga mengatakan.”Alangkah berbedanya isi itu! Jikalau kita berkata: Sebelum Negara merdeka, maka harus lebih dahulu ini selesai, itu selesai, itu selesai, sampai njelimet!, maka saya bertanya kepada tuan-tuan sekalian kenapa Saudi Arabia merdeka, padahal 80% dari rakyatnya terdiri kaum Badui, yang sama sekali tidak mengerti hal ini atau itu.

          Keterangan Foto: Ibnu Sa'ud tahun 1928 (foto koleksi Gahetna.nl).

                            *****

Adanya pengaruh kemenangan Tanah Hejaz di tangan Ibnu Sa’ud mendapat perhatian Hamka ketika dia naik haji pertama kali ke Makkah pada tahun 1927. Kala itu Hamka baru berusia 19 tahun. Dia berkisah bahwa orang Nusantara waktu itu memang sudah sangat antusias pergi ke Makkah untuk naik haji.

“Apalagi saat itu harga komiditi perkebunan terutama karet sedang mengalami kenaikkan. Akibat kenaikkan harga getah itu, semua menyebabkan orang banyak naik haji,’’ tulis Hamka ketika menceritakan pengalaman hajinya yang pertama, bertajuk ‘ Kenang-Kenangan Hidup’.

Menurut Hamka saat itu memang orang dari Nusantara sangat banyak naik haji. Dari seluruh kepuluan Indonesia tidak kurang dari 64.000 orang. Bahkan, setahun sebelumnya lebih banyak lagi. Kala itu pemimpin besar Indonesia, Tjokroaminoto dan KH Mas Mansur berziarah ke Makkah, menghadiri ‘Muktamar Islam’ yang diadakan Ibnu Sa’ud. Dan negeri Hejaz baru saja jatuh di bawah kekuasaanya.

Hamka melanjutkan kisahnya begini: Sudah lebih dari 20 tahun sampai sekarang, belum juga naik haji seramai ini. Maka banyaklah pemuka-pemuka Muhammadiyah dan Sarikat Islam yang naik haji. Di antaranya terdapat Ahmad Sjukur, keluaran madrasah Al-Irsyad, orang Menggala (Lampung).

Juga ada Abdul Hadi pemuka Muhammadiyah dari Pekalongan, Ahmar Taher, pemimpin Sarekat Islam dari Pare (Kediri). Munawar Chalil, pemuka Muhammadiyah dari Kendal (Semarang). Abdul Djalil Mukaddisi yang lari dari kejar-kejaran Belanda, karena menjadi pengikut Kominis H. Misbach dari Solo. Mas Darsin Prawirodarso, hartawan Muhammadiyah dari Lawean (Solo), dan beberapa dari Yogya. Dari Sumatra Barat, Rasul Hamidi. Dan datang pula dari Mesir, pemimpin student-studen Indonesia di sana, tuan Janan Thaib, Kasim Bakry, dan Rasul Talur.

Selain itu Hamka menceritakan semangat Islam yang kala itu berkembang kuat. Katanya, Semanagt pergerakan Islam sedang mulai berkembang. Kemenangan Kemal Pasya di Turki dan Ibu Sa’ud di Tanah Arab, pemberontakan Emir Abdul Karim di Maroko, dan pemberontakan Sultan Athrasy di Surian, dan berdirinya Muktamar Alam Islam (MAI) cabang Indonesia.

           Keterangan foto: Suasana ibadah haji di Makkah tahun 1928.

Malahan, tutur Hamka, sejak Haji Omar Said Tjokro Aminoto dan KH Mas Mansyur pulang, semuanya ini membawa kesan yang besar bagi semangat pemimpin-pemimpin yang naik haji itu. Setelah bertemu muka satu persatu, dan pertemuan itu amat mudah di waktu sembahyang, maka dapatlah kontak.

   Keterangan foto: HOS Tjokroaminoto dalam sebuah pertemuan Sarekat Islam.

 

 

Berita terkait

Berita Lainnya