DPR Soroti Adanya Mafia Alat Kesehatan
Aspek transparansi dan akuntabilitas penting dalam setiap pengadaan impor alkes
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima meminta BUMN farmasi melakukan upaya dalam mencegah adanya mafia alat kesehatan (alkes) hingga obat-obatan. Aria menilai pengadaan impor alkes menjadi salah satu pintu masuk bagi para pemburu rente memanfaatkan situasi di tengah pandemi.
"Pemburu rente (alkes) sekarang dituduhkan masuk ke lingkarang-lingkaran, termasuk BUMN maupun pengusaha swasta, bahkan dituduhkan juga berkolaborasi dengan politisi. Kita, Komisi VI sama sekali tidak ikut-ikut mengenai masalah pengadaan alat kesehatan ini ya," ujar Aria saat rapat dengar pendapat (RDP) virtual dengan direktur utama Bio Farma, Kimia Farma, Indofarma, dan Phapros di Jakarta, Selasa (21/4).
Aria menilai pentingnya aspek transparansi dan akuntabilitas dalam setiap pengadaan impor alkes guna mencegah masuknya mafia. Terlebih, kata Aria, di tengah situasi pandemi yang mana kebutuhan alkes dan obat-obatan begitu tinggi di dalam negeri.
"Orang baik saya lihat muncul di berbagai media sosial yang empati terhadap situasi saat ini, tapi di situasi yang sama juga muncul orang-orang yang tidak baik atau bandit-bandit yang memanfaatkan situasi ini untuk sekadar mencari keuntungannya," ucap Aria.
Aria mengatakan pandemi Corona memberikan pelajaran besar bagi pemerintah untuk mempunyai kedaulatan di bidang kesehatan. Aria mendorong BUMN farmasi mampu memiliki bahan baku sendiri agar tidak terlalu bergantung pada impor.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menugaskan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memberantas mafia alat kesehatan (alkes), bahan baku obat, dan obat-obatan. Hal ini disampaikan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga. Arya mengatakan pandemi Corona menguak dengan jelas betapa suramnya potret ketersediaan alkes dan obat-obatan dalam negeri akibat ulah mafia.
"Pak Erick menyatakan kita terlalu sibuk selama ini dengan trading (alkes hingga bahan baku obat), tidak berusaha membangun industri dalam negeri untuk pengadaan alkes hingga bahan baku obat," ujar Arya di Jakarta, Jumat (17/4).
Kata Arya, Erick Thohir telah mencium adanya praktik mafia alkes dan obat-obatan. Indikasinya, kata Arya, terlibat dari model pasokan alkes, bahan baku obat, dan obat-obatan yang mana 90 persennya impor. Arya menyebut Indonesia selama ini hanya mengandalkan impor untuk alkes hingga bahan baku obat.
"Di sini Pak Erick melihat ada mafia-mafia besar, baik global maupun lokal yang mungkin bergabung, yang akhirnya membuat kita bangsa kita hanya sibuk berdagang bukan sibuk produksi dan jelas arahan Pak Jokowi kepada Pak Erick supaya memberantas mafia-mafia ini dengan membangun industri farmasi," ucap Arya.
Dengan membangun industri farmasi, kata Arya, Indonesia tak lagi terlalu bergantung pada impor. Erick, kata Arya, menduga besarnya peranan para mafia yang memanfaatkan kebutuhan alkes hingga bahan baku obat lewat perdagangan luar negeri.
"Inilah yang dijadikan Pak Erick sebagai dasar kenapa beliau katakan bahwa selama ini mafia di alkes dan bahan baku obat, obat-obatan, menguasai bangsa kita," kata Arya menambahkan.