Cerita Ramadhan dari Masjid yang Kosong di Amerika

Imam masjid di Amerika datang ke masjid sendiri dan memulai kajian online.

VOA
Cerita Ramadhan dari Masjid yang Kosong di Amerika. Foto ilustrasi.
Rep: Imas Damayanti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, PENNSYLVANIA -- Sudah lebih dari sebulan terakhir, Imam Hossam Musa dari Islamic Center of Greater Cincinnati memimpin khutbah di sebuah masjid kosong di Chester Barat, Pennsylvania. Ramadhan kali ini berbeda dari Ramadhan yang lalu-lalu.

Dilansir di Cincinnati, Jumat (24/4), pandemi virus corona jenis baru (Covid-19) memaksa umat Islam beribadah di rumah. Dampaknya, masjid-masjid di bulan Ramadhan nampak kosong tanpa jamaah. Imam Musa menjelaskan, tidak ada seorang pun di masjid secara fisik.

Ia datang ke masjid hanya ditemani sebuah kamera. Dia tahu masjid yang kosong adalah yang terbaik karena masyarakat memerangi penyebaran virus Covid-19. Musa berkata masjid ditutup beberapa hari sebelum perintah digulirkan pemerintah.

Namun demikian, katanya, sulit secara emosional, psikologis dan kadang-kadang secara spiritual untuk terus tanpa berjabatan tangan, memberi pelukan, atau makan malam bersama komunitas Muslim. 

“Ini bulan yang sangat besar bagi kami. Kami merayakan dengan datang bersama untuk makan malam di masjid dan kami biasanya sholat tarawih berjamaah malam hari, (dengan) keluarga dan anak-anak dan semua itu. Dan semua itu tidak akan terjadi tahun ini," kata Musa.

Sebagai gantinya, Musa dan yang lainnya akan terus memimpin doa melalui layanan streaming online. Semua kegiatan Islamic Center of Greater Cincinnati, termasuk sekolah Ahad, kelas, ceramah mingguan dan khutbah Jumat telah dipindahkan secara daring (online).

Organisasi Islam lokal mendorong umat Islam menggenjot sedekah dan amal di bulan Ramadhan. Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) Ohio mempromosikan di situs resmi mereka tentang Ramadhan 2020 Matching Challenge. 

Kampanye ini adalah penggalangan dana berbentuk amal ataupun penjualan barang. Di setiap donasi yang diberikan kepada CAIR Ohio selama Ramadhan 2020 akan dikumpulkan hingga target 160 ribu dolar AS.

Hasil penjualan akan diberikan kepada CAIR, sebuah kelompok nasional hak-hak sipil dan advokasi Muslim. Sedangkan Islamic Center of Greater Cincinnati, kata Musa, fokus pada upaya bantuan Covid-19.


Baca Juga


Dia mengatakan, anggota Masjid mulai menjahit masker untuk rumah sakit setempat pada Maret kemarin. Masjid tersebut juga telah mendistribusikan lebih dari 1.000 masker ke rumah sakit di Greater Cincinnati dan West Chester. Masjid dan juga berpartisipasi dalam mendistribusikan makanan kepada mereka yang membutuhkan sambil mempraktikkan protokol jarak sosial yang tepat.

Musa mengatakan selain makanan dan masker, masjid setiap hari mendoakan tim medis, pekerja rumah tangga senior, petugas pemadam kebakaran, polisi dan lainnya yang bekerja di garis depan pandemi, serta keluarga dari mereka yang telah meninggal karena Covid-19. "Doa kami panjatkan kepada Allah untuk semua orang yang menderita Covid-19 secara lokal, nasional dan di seluruh dunia," kata Musa.

Seorang Muslimah, Fatima Abouelalla, (24 tahun), telah tumbuh dalam komunitas ini. Abouelalla yang merupakan lulusan Akademi Internasional Cincinnati, bersebelahan dengan masjid, mengatakan dia memaknai masjid sebagai sesuatu yang dekat dengan hatinya. 

Untuk itu dia merindukan teman-temannya serta aktivitas di masjid. "Masjid adalah rumah kita," kata Abouelalla.

Dia mengenang, sebelum pandemi Covid-19 mewabah, dia bersama temannya kerap berkumpul di masjid untuk berdoa, berbuka puasa, dan merayakan ritual ibadah.  Hari libur selama sebulan di mana umat Islam membaca Alquran, berkumpul bersama dalam doa bersama dan puasa akibat pandemi dinilai juga membawa hikmah.

Ia menyebut hal ini adalah sebuah momen untuk meremajakan aspek spiritual agar lebih intens kepada Allah. Ramadhan, kata dia, merupakan waktu bagi umat Islam untuk menjadi sangat dermawan.

Abouelalla mengatakan Ramadhan adalah bulan paling suci bagi umat Islam. Masjid adalah pusat dari Ramadhan ini. Maka pada Ramadhan kali ini, ia merasakan betul bagaimana nuansa berbeda terjadi.

“Saya pikir kita semua akan mengambil kesempatan ini untuk mencerminkan dan mengenali apa yang benar-benar penting dalam hidup. Dan hargai berkat kecil yang sering kita abaikan, di masa lalu, kurasa,"kata Abouelalla.

Mendengarkan khutbah dari TV di ruang tamunya, Abouelalla mengatakan dia rindu bersama orang-orang yang dicintainya di masjid. Tetapi, keterbatasan ini telah memberinya kesempatan untuk menghargai keluarganya dan dia merasa diberkati untuk dikarantina pada saat ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler