Imbas Corona, OJK: Pasar Keuangan di Indonesia Mulai Membaik
Profil risiko industri jasa keuangan dinilai tetap terkendali.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya menjaga stabilitas sektor jasa keuangan di tengah pandemi Covid-19, yang hingga April tercatat masih dalam kondisi terjaga. Hal ini ditunjukkan dengan intermediasi sektor jasa keuangan yang membukukan kinerja positif dan profil risiko industri jasa keuangan tetap terkendali.
Berdasarkan siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (30/4) data perekonomian menunjukkan pandemi Covid-19 telah menyebabkan tekanan yang signifikan terhadap perekonomian global. IMF pada World Economic Outlook April 2020 memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia akan terkontraksi sebesar tiga persen dengan pertumbuhan negara berkembang diproyeksikan juga terkontraksi sebesar satu persen. Melalui sejumlah kebijakan antisipatif (pre-emptive) dan assessment forward looking yang tercermin dari stimulus sektor keuangan, fiskal dan moneter, Indonesia mampu mengendalikan volatilitas di pasar keuangan yang sempat naik tajam seiring peningkatan penyebaran Covid-19.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020, Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara yang diproyeksikan ekonominya tetap tumbuh positif pada 2020 dibanding negara lain.
Pada bulan April 2020, pasar saham melemah tipis sebesar 0,9 persen mtd menjadi 4.496, sedangkan pasar Surat Berharga Negara (SBN) mengalami penguatan dengan yield rata-rata turun sebesar 19,4 bps mtd.
Hingga dengan 24 April 2020, investor nonresiden mencatatkan net sell sebesar Rp 11,8 triliun mtd (pasar saham Rp 7,2 triliun, pasar SBN Rp 4,6 triliun). Nilai ini jauh lebih rendah dari net sell bulan Maret yang tercatat sebesar Rp 126,8 triliun.
Kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan per Maret 2020 masih tumbuh positif. Kredit perbankan tumbuh sebesar 7,95 persen yoy, ditopang oleh kredit valas yang tumbuh sebesar 16,84 persen yoy.
Piutang Perusahaan Pembiayaan tercatat tumbuh sebesar 2,49 persen yoy. Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 9,54 persen yoy.
Industri asuransi menghimpun premi sebesar Rp 17,5 triliun atau terkontraksi sebesar 7,51 persen yoy. Sementara sampai dengan 28 April 2020, penghimpunan dana melalui pasar modal telah mencapai Rp 28,3 triliun dengan 22 emiten baru.
Di dalam pipeline terdapat 53 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp 21,2 triliun. Profil risiko lembaga jasa keuangan pada Maret 2020 juga masih terjaga pada level yang terkendali dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 2,77 persen (NPL net 0,98 persen) dan Rasio NPF sebesar 2,75 persen.
Di tengah pelemahan nilai tukar rupiah, risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,94 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen. Sementara likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai.
Rasio alat likuid/non-core deposit terpantau di level 112,90 persen, di atas threshold 50 persen. Kondisi ini juga didukung dengan adanya kebijakan restrukturisasi kredit yang dimulai sejak Maret, sehingga tidak membebani permodalan bank mengingat kredit yang direstrukturisasi dikategorikan lancar.
Selain itu, OJK terus memonitor kondisi likuiditas harian lembaga jasa keuangan termasuk ketersediaan High Quality Liquidity Asset dalam bentuk surat berharga. Capital Adequacy Ratio perbankan tercatat sebesar 21,77 persen serta Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 643 persen dan 297 persen, di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.