12 ribu Pekerja Boeing Terancam PHK

Boeing juga mengumumkan kerugian sebelum pajak kuartal pertama 1,5 miliar dolar.

AP Photo/Ted S. Warren
Pekerja merakit Boeing 737 MAX 8 di fasilitas perakitan pesawat di Washington, Amerika Serikat.
Rep: Idealisa Masyrafina Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Boeing berencana untuk mengurangi 10 persen tenaga kerjanya. Rencana itu sebagai pandemi Covid-19 yang telah memukul ekonomi.


Pembuat pesawat AS ini mempekerjakan 150 ribu orang di seluruh dunia dan sudah di bawah tekanan setelah dipaksa untuk grounding pesawat 737 Max setelah dua kecelakaan fatal. Wabah Covid 19 telah menyebabkan keruntuhan industri perjalanan udara.

Boeing mengatakan, akan memangkas 12 ribu pekerjaan, sementara Airbus menyebutnya krisis paling parah yang pernah dikenal oleh industri ini, dilansir di BBC, Kamis (30/4).

CEO Boeing, Dave Calhoun mengatakan, dalam memo kepada staf bahwa pandemi itu memberikan pukulan berat bagi bisnis dan permintaan untuk perjalanan penerbangan komersial 'telah jatuh dari tebing'.

"Industri penerbangan akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk kembali ke tingkat lalu lintas yang kita lihat beberapa bulan yang lalu," kata Calhoun.

Sementara 10 persen pekerjaan akan dipangkas di seluruh perusahaan, Boeing mengakui, bahwa pengurangan akan lebih curam di beberapa departemen, seperti bisnis penerbangan komersialnya.

Boeing juga mengumumkan kerugian sebelum pajak kuartal pertama, sebesar 1,5 miliar dolar AS dibandingkan dengan laba sebelum pajak sebesar 2,3 miliar dolar AS pada tahun lalu. Penjualan turun 26 persen menjadi 17 miliar dolar AS.

Calhoun mengatakan, Boeing bertujuan agar pesawat 737 Max kembali terbang tahun ini. Jet itu di-grounding secara global lebih dari setahun yang lalu menyusul dua kecelakaan pesawat dalam waktu lima bulan yang merenggut nyawa 346 orang.

Boeing juga mengungkapkan, bahwa perusahaan mengeluarkan dana 4,3 miliar dolar AS dalam bentuk tunai selama kuartal pertama.

Sementara itu saingab Boeing, Airbus juga mengalami kondisi serupa. Pada Rabu (29/4), CEO Airbus, Guillaume Faury, mengatakan, sekarang ini mereka berada di tengah-tengah krisis paling parah yang pernah dikenal oleh industri dirgantara.

Airbus melaporkan kerugian 481 juta euro dalam tiga bulan hingga Maret, dibandingkan dengan laba 40 juta euro pada kuartal pertama tahun lalu, karena penjualan turun 15 persen menjadi 10,6 miliar euro.

Awal pekan ini, British Airways mengungkapkan, rencana redundansi sendiri yang telah dicap sebagai 'keputusan tak berperasaan di saat krisis nasional' oleh serikat pekerja Unite.

"Pengumuman itu akan terasa seperti ditusuk dari belakang, tidak diragukan lagi oleh keluarga British Airways yang sangat erat," kata Sekretaris Jenderal Unite, Len McCluskey.

Tetapi kepala eksekutif BA Alex Cruz mengatakan, bahwa skala tantangan ini membutuhkan perubahanbesar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler