Sejarah Sumur Zamzam di Makkah
REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Rasanya, tidak ada satu pun umat Muslim yang tak mengetahui soal air zamzam. Salah satu mukjizat yang tak bisa diingkari dari sumur air zamzam ini adalah airnya yang tak pernah mengering. Sejak zaman Nabi Ibrahim AS hingga kini, air di sumber ini masih saja mengalir. Padahal, jutaan orang memanfaatkan air ini.
Lebih dari itu, rasa air zamzam pun berbeda dengan air yang ada di daerah lain. Rasanya lebih segar dibanding air tersegar dari negeri mana pun. Yang paling menakjubkan, meski disimpan selama bertahun-tahun, air zamzam tidak berlumut. Karena itu, pada setiap musim haji, banyak jamaah menjadikan air zamzam sebagai salah satu oleh-oleh yang wajib dibawa pulang.
Namun, bagaimana sebenarnya sejarah air zamzam? Berbagai hadits shahih menyebutkan bahwa sumur zamzam berawal dari satu peristiwa yang dialami Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim, bersama anaknya yang masih menyusui, Ismail AS. Peristiwa yang dialami Siti Hajar ini pula yang menjadi dasar pelaksanaan proses haji.
Alkisah, Siti Hajar dan anaknya, Ismail, ditinggalkan sendirian oleh suaminya, Ibrahim AS, di salah satu tempat di Makkah. Kala itu, Makkah merupakan wilayah tandus tak berpenghuni karena tidak ada sumber mata air. Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail karena harus melaksanakan perintah Allah.
Suatu saat, bekal kurma dan air yang ditinggalkan Nabi Ibrahim untuk istri dan anaknya habis. Nabi Ismail yang saat itu masih balita pun menangis terus-menerus karena dahaga. Siti Hajar yang tak tega melihat putranya dalam keadaan seperti itu menjadi kebingungan.
Beliau berlari ke puncak Bukit Safa dan Marwah dengan harapan bisa melihat orang yang melintas dan meminta pertolongan. Namun, hingga tujuh kali berlari, pulang-pergi dari puncak Safa dan Marwah, tidak juga ditemui orang yang melintas. Terkait kejadian itu, HR Ibnu Abbas menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, Itulah (asal mula) sai yang dilakukan sekarang antara Safa dan Marwah.”
Terakhir, ketika kembali ke Bukit Marwah, Siti Hajar berdoa, Berikanlah pertolongan kepadaku jika engkau mempunyai kebaikan.” Saat itulah terlihat malaikat Jibril. Dalam hadis Sayyidina Ali RA yang diriwatkan Imam Tobari, disebutkan bahwa Malaikat Jibril bertanya, Siapakah engkau?” Siti Hajar menjawab, Aku adalah Hajar, ibu Ismail.” Jibril kembali bertanya, Kepada siapa engkau berdua dipasrahkan?” Siti Hajar menjawab, Kepada Allah.”
Mendapat jawaban itu, malaikat Jibril berkata, Engkau berdua telah dipasrahkan kepada Yang Maha Mencukupi.”
Selanjutnya, malaikat Jibril mengais tanah dengan tumit kakinya. Namun, dalam riwayat lain, disebutkan dengan sayapnya. Di tempat Jibril itu, terpancarlah air. Demikianlah kisah sumber air zamzam.
Setelah mata air ada di Makkah, wilayah itu berkembang menjadi permukiman penduduk. Setelah Siti Hajar dan Ismail bermukim di sekitar sumber air zamzam tersebut, orang yang kemudian bermukim di wilayah itu adalah orang-orang dari suku Jurhum, Yaman.
Dari segi keutamaannya, sebagian ulama telah mengumpulkan berbagai fadilah dan keutamaan air zamzam. Mereka menyebutkan air zamzam dengan berbagai julukan. Misalnya, air surga (maa’ul-jannah) karena penuh berkah dan manfaat; pencuci kalbu karena malaikat Jibril mencuci kalbu Rasulullah dengan air ini; air berkah karena Rasulullah SAW senang meminumnya; serta air penyembuh karena diyakini bisa menyembuhkan penyakit hati ataupun penyakit jasmani.