Jaga Hutan Masigit Kareumbi untuk Aliran Citarum
Situ Cisanti menampung tujuh mata air yang mengaliri Sungai Citarum.
BANDUNG, AYOBANDUNG.COM – Kebanyakan orang mungkin hanya mengetahui aliran Sungai Citarum berasal dari Situ Cisanti, yang letaknya berada di kaki Gunung Wayang. Gunung Wayang sendiri, secara tradisional dianggap sebagai hulu dari sungai terbesar juga terpanjang di Provinsi Jawa Barat ini.
Menghimpun informasi dari berbagai situs, Situ Cisanti merupakan danau buatan yang menampung tujuh mata air, yang selanjutnya mengaliri Sungai Citarum. Mata-mata air itu antara lain Pangsiraman, Cikolobere, Cikawadukan, Cikahuripan, Cihaniwung, dan Cisanti.
Di luar itu, terdapat sejumlah sungai yang ikut mengaliri Sungai Citarum, salah satunya Sungai Citarik yang membentang luas di areal Hutan Gunung Masigit Kareumbi.
Komandan Sektor 21 Citarum Harum Kolonel Infanteri Yusep Sudrajat mengungkapkan bahwa Sungai Citarik memiliki panjang kurang lebih 42 kilometer.
Panjang itu diambil berdasarkan jarak dari kawasan Hutan Gunung Masigit Kareumbi sampai alirannya menyentuh Sungai Citarum.
Namun, sama seperti keberadaan Kawasan Hutan Gunung Masigit Kareumbi, sungai ini membentang luas karena masuk ke wilayah Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Bandung.
“Citarik itu yang mengaliri Citarum. Jadi hulu Citarum itu yang sekarang kita sampaikan ke masyarakat itu, kan, dari Gunung Wayang, tapi sebetulnya mata air Citarum itu banyak sumbernya, salah satunya ya Citarik,” kata Yusep, belum lama ini.
Sebagai kawasan yang punya kontribusi terhadap dua aliran ini, maka Hutan Gunung Masigit Kareumbi patut dijaga. Ekosistem hutan yang dirawat tidak secara langsung membuat keberadaan sungai-sungai ini tetap bisa dialiri. Selain sebagai tempat penyimpan air, hutan juga memiliki kontribusi terhadap kualitas air yang bersih.
Namun Yusep tidak memungkiri, kondisi Sungai Citarik berbeda penampakannya saat memasuki kawasan permukiman atau di bawah kawasan hutan. Mulai jarangnya pepohonan atau tanah sebagai lahan serapan, tidak secara langsung membuat aliran Sungai Citarik tidak selalu baik. Misalnya, bisa saja membuat kawasan-kawasan di bawah kaki gunung terkena banjir.
“Di Kareumbi itu masih bagus hutannya karena di sana dipelihara oleh Wanadri. Tapi dari Kareumbi ke sini (bawah kawasan) udah gundul, mulai dari Curug Cinulang, ke sini, nyebrang jalan udah mulai kotor (kondisi aliran),” katanya.
Tapi dia bersyukur, selama ini kawasan Hutan Gunung Masigit Kareumbi sudah menjadi penopang bagi Sungai Citarik, pun Sungai Citarum. Karena itu, dia meminta tiap pihak dapat memperhatikannya.
“Jadi dengan adanya Kareumbi kita bersyukur bahwa salah satu sumber mata airnya Citarum masih terpelihara. (Tapi) itu repotnya (kawasan hutan) masuk dua kabupaten, Sumedang dan Garut, sebelah kirinya Sumedang, kanannya Garut. Jadi dua kabupaten itu juga harus peduli dengan Kareumbi sebetulnya,” ujar Yusep.
Upaya Mengembalikan Kondisi Ekosistem Hutan
Wakil Manajer Gunung Masigit Kareumbi Darmanto sepakat bahwa keberadaan Hutan Gunung Masigit Kareumbi mempunyai timbal balik bagi Sungai Citarik, maupun Citarum.
Meski kawasan Hutan Gunung Masigit Kareumbi dikenal pula sebagai taman buru, namun pihaknya mempunyai orientasi lebih untuk mengembalikan ekosistem hutan seperti sedia kala. Salah satunya berupa upaya penghijauan dengan menjadikan kawasan ini tempat konservasi pohon.
Sejalan dengan itu, satwa-satwa di hutan pun diharapkan dapat kembali hidup karena lahan yang dihuninya kembali lestari. Taman buru pun bukan jadi sekedar sematan di Gunung Masigit Kareumbi.
Lebih jauh, ekosistem yang terjaga bakal pula meminimalisir dampak bencana dari keberadaan Sungai Citarik. Atau pun Sungai Citarum yang kemudian hanya beroleh kejernihan air Citarik.