Usulan Cetak Uang, MPR RI Ingatkan Bahaya Inflasi Tinggi

Mencetak uang baru akan mendorong inflasi yang tinggi.

MPR RI
Wakil Ketua MPR Syariefuddin Hasan
Rep: Ali Mansur Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah-tengah ancaman krisis akibat pandemi Covid-19, muncul opsi untuk kebijakan mencetak uang atau money printing sebesar Rp 600 triliun yang bisa dilakukan Bank Indonesia. Usulan yang disampaikan oleh Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk menyelamatkan ekonomi nasional.


Menanggapi usulan tersebut, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Syariefuddin Hasan mengingatkan, pemerintah untuk berhati-hati terkait usulan tersebut. Sebab, mencetak uang baru akan mendorong inflasi yang tinggi dan membuat rakyat semakin kehilangan daya beli.

"Pemerintah wajib berhati-hati soal rencana mencetak uang baru, karena berpotensi mendorong inflasi yang tinggi," tegas Syarif Hasan dalam pesan singkatnya, Senin (4/5).

Memang, menurut Syarif Hasan, Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan membolehkan pemerintah untuk mencetak uang baru. Namun, lanjutnya, Perppu itu berpotensi melanggar konstitusi, salah satunya menarik fungsi anggaran dari DPR RI ke Presiden.

"Saya menyarankan agar Perppu tersebut diganti dengan UU APBN-P Tahun 2020. Karena dengan APBNP, semua fraksi akan melakukan pembahasan dengan cepat dan tepat sesuai undang-undang," jelas Syarief Hasan.

Selain itu, politikus Partai Demokrat itu lebih menyarankan, agar membatalkan anggaran di bidang infrastruktur dan anggaran untuk ibu kota baru untuk membantu mengurangi defisit APBN. Sehingga, anggaran di bidang infrastruktur tersebut justru dapat digunakan untuk hal lain yang saat ini benar-benar diperlukan.

"Menurut saya nggaran pemerintah untuk proyek-proyek infrastruktur dan anggaran untuk ibu kota baru dibatalkan agar bisa dialihkan membantu APBN yang defisitnya semakin melebar,” tutur Syarif Hasan.

Sebelumnya, Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah, memberikan rekomendasi jumlah uang yang harus dicetak, yaitu antara Rp 400–600 triliun. Uang sebesar itu akan digunakan sebagai penopang dan opsi pembiayaan yang dibutuhkan oleh pemerintah. Ia mengaku, rekomendasi diberikan mengingat dalam situasi global menghadapi Covid-19 yang mengakibatkan ekonomi tumbuh melambat.

“Tidak mudah mencari sumber sumber pembiayaan meskipun dengan menerbitkan global bond dengan bunga yang sangat besar," tutur politikus PDI Perjuangan tersebut, dalam keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler