Pemerintah Saudi Tegaskan Aturan Pengurangan Upah
REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Kementerian Sumber Daya Manusia dan Pengembangan Sosial Arab Saudi menyatakan, perusahaan sektor swasta tak diperbolehkan untuk mengurangi upah kerja. Utamanya, jika tak ada pengurangan jam kerja.
"Pengurangan upah harus sepadan dengan pengurangan jam kerja. Namun, pengurangan upah yang diizinkan harus berkisar antara satu persen dan 40 persen,” kata Kementerian seperti dilansir Saudigazzete, Rabu(6/5).
Selain itu, kementerian juga menyebutkan, ada dua syarat untuk pemotongan upah. Pertama, perusahaan memang harus terkonfirmasi karena dampak dari krisis coronavirus. Lalu, kedua, pengurangan upah harus sepadan dengan pengurangan jam kerja.
Namun demikian, kementerian menegaskan, bahwa tidak ada batasan minimum untuk pengurangan jam kerja. Hal itu, menjadi syarat mutlak jika pengurangan upah akan dilakukan.
Berdasarkan informasi, perihal tersebut juga akan tetap berlaku selama ramadhan ataupun bulan setelahnya. Jika memang dampak Covid-19 masih berjalan.
Pemerintah Saudi melalui kementerian itu juga menegaskan, perusahaan tidak diperkenankan untuk memberhentikan pekerja dengan alasan force majeure.
Jika nyatanya pemecatan masih dilakukan, subsidi pemerintah tak akan dialokasikan pada perusahaan tersebut. Kecuali, jika ada persyaratan lainnya yang disebutkan pada pasal 41 aturan tersebut.
Terkait kontrak kerja, kementerian juga menyebutkan, perusahaan atau pemberi kerja tidak diperkenankan untuk memutus kontrak. Mengingat hal tersebut adalah bagian dari force majeure.
Lebih jauh, kementerian menekankan, tindakan hukuman akan diambil pada perusahaan yang melanggar ketentuan Pasal 41 peraturan eksekutif UU Ketenagakerjaan. Bahkan, disebutkan pula bahwa ketentuan Pasal 41 berlaku untuk pekerja asing di perusahaan yang terkena dampak krisis saat ini, dan untuk semua yang dicakup oleh Undang-undang Ketenagakerjaan.