Saran dari Guru untuk Dirjen Guru yang Baru Saja Dilantik

Kemendikbud harus membuat regulasi guru yang cermat sehingga tidak bias.

Republika/Agung Supriyanto
Guru mengajar di kelas. (Ilustrasi).
Rep: Inas Widyanuratikah Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melantik Direktur Jenderal (Dirjen) Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Iwan Syahril, pada Jumat (8/5). Terkait hal ini, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyebut beberapa hal harus segera dibenahi terkait pengelolaan guru.


Wasekjen FSGI, Satriwan Salim, mengatakan, persoalan guru semakin menumpuk. Kemendikbud harus membuat regulasi guru yang cermat sehingga tidak bias. Sebab, tidak semua guru mengajar di perkotaan dan memiliki akses yang memadai.

"Tak semua punya akses mewah terhadap gawai pintar dan jaringan internet. Butuh penyesuaian-penyesuaian dan wisdom yang besar dalam mengelola guru dengan berbagai keunikannya," kata Satriwan, Jumat (8/5).

Selain itu, sinergi antara para guru harus dikelola lebih baik dan ditingkatkan. Sinergitas akan menentukan efektivitas pelaksanaan regulasi dan membantu tercapainya kebijakan yang baik dan utuh. Kemendikbud tidak bisa hanya bersinergi dengan komunitas guru tertentu.

Hal ketiga yang harus diperhatikan adalah urusan koordinasi. Ia menilai, persoalan koordinasi adalah masalah yang tidak kunjung selesai dalam birokrasi di Indonesia. Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah seringkali mengalami masalah.

"Banyak regulasi pusat tak sampai pesannya ke daerah, hanya karena faktor koordinasi dan komunikasi. Seperti konsep merdeka belajar yang dipahami secara tak merdeka oleh guru," kata Satriwan.

Ia juga mencontohkan, dalam survei yang dilakukan FSGI, 53 persen guru masih berorientasi pada penyelesaian kurikulum di tengah masa krisis Covid-19. Padahal, Satriwan menegaskan, hal ini bertentangan dengan semangat Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 yang tidak mengharuskan penyelesaian secara utuh kurikulum di tengah pandemi.

Dirjen GTK harus mampu membangun koordinasi dan komunikasi yang baik antara pemerintah pusat dengan dinas pendidikan. Menurut Satriwan, adanya distorsi informasi Kemendikbud ke daerah membuktikan kegagalan koordinasi dan komunikasi dari pusat.

"Jangan saling mengandalkan, apalagi menyerahkan begitu saja semua persoalan guru ke daerah dengan argumen, ini urusan daerah, guru itu milik daerah, atau berlindung di balik merdeka belajar," kata dia lagi. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler