HNW Tolak Sanksi Bagi Umat Islam yang ke Masjid
Penyebaran Covid-19 di Indonesia tidak hanya terjadi di masjid
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengkritisi Komnas HAM yang mengadakan survei secara tendensius yang hanya ditujukan kepada Umat Islam. Apalagi, survei itu menyertakan opsi sanksi sosial atau denda bagi umat Islam yang berjamaah di Masjid pada bulan Ramadhan saat pemberlakuan PSBB.
Menurut Hidayat yang juga anggota Komisi VIII DPR-RI, survey tersebut sangat tendensius, melanjutkan pola Islamophobia dan ketidakadilan terhadap umat Islam di Indonesia. HNW mengingatkan fakta, bahwa virus ini bermula bukan dari komunitas umat Islam, melainkan dari Wuhan China. Sebelum akhirnya sampai ke Indonesia virus tersebut sudah menyebar di Eropa, AS dan negara-negara lain, yang mayoritas penduduknya tidak beragama Islam.
Dalam konteks Indonesia, kata Hidayat virus Covid-19, penyebaran pertamanya tidak terkait dengan komunitas umat Islam maupun Masjid, melainkan terkait dengan orang Jepang di kafe. Kemudian penyebaran Covid-19 di Indonesia tidak hanya terjadi di masjid, tapi juga gereja, moda transportasi, pabrik, pasar, dan tempat keramaian lain.
“Komnas HAM harusnya menghormati HAM Umat beragama Islam, berlaku adil, dan tidak berlaku tendensius, melanjutkan pola islamophobia dengan hanya mensurvey umat Islam dan menanyakan sanksi bagi umat muslim yang tetap beribadah di masjid. Namun tidak menanyakan sanksi bagi komunitas agama dan profesi lainnya, kalau mereka tidak melaksanakan aturan terkait Covid-19. Faktanya penyebaran Covid-19 tidak membedakan latar agama dan profesi,” kata Hidayat, seperti disampaikan secara tertulis pada Selasa (12/5).
Agar fair dan adil, kata HNW mestinya saat membuat survei Komnas merujuk pada aturan PSBB dalam pasal 13 Permenkes 9/2020 bahwa pembatasan sosial bukan hanya di masjid, tapi harus dilakukan untuk setiap kegiatan keagamaan, kegiatan di fasilitas umum, kegiatan sosial budaya, dan aktivitas moda transportasi. Karena itu tidak adil dan tidak menjadi solusi jika Komnas HAM berlaku diskriminatif, dan tendensius dengan hanya menanyakan sanksi untuk Umat Islam yang masih beribadah di masjid. Dan tidak menanyakan Umat beragama lainnya. Karena faktanya kegiatan di tempat ibadah yang lain juga bisa menjadi klaster penyebaran Covid-19.
Politisi Fraksi PKS ini mencontohkan, salah satu klaster awal penyebaran Covid-19 di Jawa Barat justru datang dari kegiatan gereja, yakni Persidangan Sinode Tahunan GPIB di Hotel Aston Bogor 28 Februari lalu dan seminar keagamaan GBI di Lembang, Bandung 3 Maret, juga terjadi di Seminari Gereja Bethel di Jakarta, juga Gereja di Surabaya.
Selain itu ada juga kegiatan non-keagamaan yang turut berkontribusi, seperti Musyawarah Daerah Hipmi Jawa Barat di Karawang (9/3) dan aktivitas pabrik rokok Sampoerna di Surabaya, di sana terdapat 65 orang karyawan yang positif Covid-19. Yang terbaru, penyebaran Covid-19 di KRL sehingga diminta stop beroperasi oleh Gubernur DKI dan Gubernur Jabar, sekalipun ditolak oleh Menteri Perhubungan.
“Kita ingin semua umat beragama, seluruh profesi dan semua pihak berdisiplin, laksanakan protokol covid-19, sehingga semuanya sehat dan selamat dari corona. Bila mereka melanggar aturan, maka ditegakkanlah aturan itu secara adil, tidak secara tendensius, tebang-pilih dan diskriminatif”, kata Hidayat lagi.
Karena itu Hidayat meminta untuk berhenti berlaku tak adil, framing umat Islam dan masjid seolah-olah sebagai satu-satunya pihak yang tak taat aturan sehingga layak diberikan sanksi. Dan hanya mereka yang merupakan klaster penyebar Covid-19, karena hal seperti itu selain tidak sesuai fakta dan tidak memenuhi rasa keadilan, justru menghadirkan kegaduhan serta kegelisahan yang bisa menggerus imunitas umat, sehingga rentan tertular Covid-19.
"Sikap tendensius itu juga bisa jadi bentuk mengalihkan kita dari klaster lain penyebar Covid-19 seperti kegiatan berkerumun lainnya yang juga terbukti menjadi pusat penyebaran Covid-19," kata Hidayat lagi.
Sebagaimana diketahui, Komnas HAM mengadakan survey daring pada 29 April-4 Mei 2020. Di antara hasilnya adalah 99 persen responden memahami risiko berjamaah di tempat ibadah, 95 persen responden mematuhi imbauan MUI dan Kemenag untuk beribadah di rumah, dan 70,8 persen respondens sampaikan perlu ada sanksi terhadap umat Islam yang tetap beribadah di rumah ibadah selama bulan Ramadhan.