Pemerintah Dinilai tak Sensitif Naikkan Iuran BPJS
Demokrat menyarankan pemerintah melakukan realokasi anggaran secara tepat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrat menyoroti kebijakan pemerintah menaikkan kembali tarif BPJS Kesehatan melalui Perpres 64/2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Kebijakan yang muncul di masa pandemi Covid-19 ini dinilai tak sensitif pada masyarakat.
"Momentum kenaikan iuran BPJS di saat rakyat sedang menghadapi permasalahan kesehatan dan masalah ekonomi, kurang sensitif terhadap permasalahan yang sedang dihadapi rakyat," kata Politikus Demokrat Ossy Dermawan saat dihubungi pada Rabu (13/5).
Kepala Badan Komunikasi Strategis partai Demokrat itu menegaskan, Demokrat memahami bahwa dampak dari permasalahan Covid-19 ini tak lagi hanya menyerang kaum miskin namun juga telah merambah perekonomian kaum menengah. Sehingga kebijakan tersebut memberi pengaruh pada kaum menengah.
Ossy menyampaikan, Demokrat berharap agar pemerintah tidak membebani rakyat saat kondisi perekonomian yang sulit seperti ini. Demokrat berpandangan bahwa jika harus ada yang susah antara negara dan rakyat, maka sebaiknya cukup negara yang susah dan bukan rakyatnya.
"Solusi yang kami sarankan kepada pemerintah adalah melakukan realokasi anggaran secara tepat, mana anggaran yang perlu ditunda dan mana anggaran yang menjadi prioritas," kata dia.
Dengan prinsip seperti ini, Demokrat meyakini pemerintah akan mendapatkan pilihan kebijakan yang tepat, bijak dan rasional. Sebelumnya, pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk Kelas I dan II per Juli 2020. Poin dalam Perpres tersebut berbunyi: Iuran Kelas I yaitu sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta.
Iuran Kelas II yaitu sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta. Iuran Kelas III Tahun 2020 sebesar Rp 25.500, tahun 2021 dan tahun berikutnya menjadi Rp 35 ribu.