Saudi Dinilai Belum Kondusif untuk Haji, Begini Saran Sapuhi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi minta pemerintah merespons semua persoalan yang terjadi di Arab Saudi. Menurut dia, pandemi Covid-19 membuat keadaan di Kerajaan Arab Saudi (KSA) tidak kondusif sehingga tak laik digunakan ibadah haji. "Biar pemerintah tahu kalau di KSA gak kondusif kondisinya," kata Syam kepada Republika.co.id, Kamis (14/5).
Syam mengatakan, tidak kondusifnya keadaan KSA karena wabah Covid dan politik luar negeri Saudi ini membuat beberap komponen penyelenggaraan ibadah haji naik. Salah satu komponen yang naik pajak pertambahan nilai (PPN) untuk visa. "Visa PPN-nya naik sampai 15 persen," ujarnya.
Tidak kondusifnya situasi di wilayah KSA termasuk di Makkah dan Madinah sebagai pusat tempat ibadah haji membuat pembatasan aktivitas sosial akan kembali diberlakukan. Masalah-masalah ini mesti diperhatikan Pemerintah Indonesia. "Ditambah KSA mau lockdown lagi karena masih meningkat kasus Covid-19-nya," katanya.
Syam berharap KSA sebagai tempat dan pelayan haji segera bersikap tegas memutuskan penyelenggaraan ibadah haji sehingga tidak membuat negara pengirim jamaah haji menunggu ketidakpastian. "Jika tidak, bilang tidak. Jika iya, mari jangan tunda-tunda kecuali kita dipermudah administrasi visa tanpa ribet-ribet dalam sistem. Artinya, gunakan cara manual saja dapatkan visanya," katanya.
Syam menyarankan rencana pemerintah mengirimkan jamaah haji tahun ini dibatalkan. Pasalnya, sampai saat ini wabah virus corona masih terjadi di wilayah Timur Tengah termasuk Arab Saudi. "Sebaiknya haji tahun ini di batalkan saja," katanya.
Kemenag, menurut dia, tak perlu menunggu jawaban sampai 20 Mei terkait kepastian jadi atau tidaknya ibadah haji diselenggarakan Saudi. Pasalnya, pusat ibadah haji di Makkah dan Madinah masih berperang melawan pandemi. "Keselamatan dan kesehatan jamaah lebih penting," ujarnya.
Untuk itu, Syam menyarankan Kemenag menghentikan segala aktivitas persiapan penyelenggaraan ibadah haji di dalam dan luar negeri, termasuk meminta masyarakat yang mendapat jadwal tahun ini melunasi biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH), selama tidak ada kepastian. "Setoran pelunasan juga jangan dipaksakan jika tidak ada kepastian pelaksanaan haji 2020," katanya.
Menurut Syam yang juga CEO PT Patuna Mekar Jaya, jika masih ada indikasi dari jamaah yang zona merah, bisa saja jamaah menjadi pembawa virus corona. Apalagi, jamaah yang masih produktif di bawah usia 50 tahun bisa jadi akan menyebarkan virus kepada jamaah lainnya.
Syam menambahkan, selama belum ada vaksin virus korona, pemerintah tidak boleh mengirimkan jamaah haji karena hal tersebut sangat berisiko bagi jamaah dan keluarganya nanti di Tanah Air. "Kecuali sudah ada vaksin atau obat virus tersebut insya Allah sudah lebih aman," katanya.