Menelusuri Masjid-Masjid Tua di Jakarta (1)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada hal-hal yang istimewa yang akan kita dapati bila kita mengunjungi masjid-masjid tua di Jakarta. Di samping mendapatkan siraman rohani, kita akan mendapatkan pula kisah-kisah heroik perjuangan umat Islam tempo dulu.
Tentu saja bila kita mau bertanya tentang peran masjid yang sudah berusia ratusan tahun itu yang dahulu umumnya merupakan mushala atau langgar. Mencontoh fungsi masjid di masa Rasulullah, diantara masjid tua ini melalui jamaahnya, telah mengobarkan semangat perjuangan melawan penjajahan waktu itu.
Bahkan diantara masjid-masajid itu pernah dijadikan sebagai markas perjuangan pada masa revolusi fisik melawan Belanda. Seperti masjid As-Salafiyah di Jatinegara Kaum, dekat Pulogadung, Jakarta Timur.
Masjid ini kemungkinan masjid tertua di Jakarta. Masjid ini didirikan oleh Pangeran Ahmed Jakerta, setelah ia hijrah dari kota tua di Jayakarta, Pasar Ikan, Jakarta Utara pada 1619 setelah tentara VOC menghancurkan dan kemudian membumihanguskan Keraton Jayakarta. Termasuk sebuah masjid, yang sekarang ini letaknya kira-kira di sebelah barat Kalibesar.
Dari tempat yang hampir empat abad lalu masih terpencil dan hutan belukar, Pangeran dari Jayakarta ini membangun masjid yang hingga kini masih diabadikan. Ini terlihat dari empat tiang utama terbuat dari kayu jati yang menjadi penyangga masjid tersebut.
Sekalipun masjid ini sudah delapan kali direnovasi dan diperluas, tapi empat tiang utama ini masih kita dapati. Hal yang sama juga masih terlihat pada masjid-masjid tua lainnya.
Dari masjid As-Salafiyah inilah, ia mengobarkan semangat jihad kepada para anak buahnya yang tetap setia. Sambil tidak henti-hentinya mengusik Belanda dalam upaya merebut kembali Jayakarta.
Menurut sejarah versi Belanda, sampai 1670 Batavia tidak pernah aman dari gangguan keamanan akibat aksi gerilya ini. Ketika Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten menyerang VOC, Jatinegara Kaum kembali memegang peran penting sebagai pos terdepan.
Hal yang sama juga terjadi ketika bala tentara Mataram melakukan dua kali penyergapan ke Batavia (1628 dan 1629). Seperti juga masjid-masjid tua lainnya, di samping kiri masjid terdapat makam, termasuk makam Pangeran Ahmad Jakerta, para keluarga, dan pengikutnya.
Adanya kuburan ini baru diumumkan pada 1956 bertepatan dengan HUT DKI ke-429. Dengan alasan Belanda sudah enyah dari bumi Indonesia, yang sebelumnya selalu dirahasiakan.
Jatinegara Kaum mungkin merupakan kampung tertua di Jakarta, dengan penduduk aslinya bukan Betawi, mengingat waktu itu Jayakarta dikuasai Kerajaan Banten. Para penduduk asli juga menggunakan bahasa Sunda yang bersumber dari Banten, bukan bahasa Melayu dialek Betawi.