Fatwa MUI: Zakat Boleh Dimanfaatkan untuk Kepentingan Corona
Penerima manfaat adalah mereka yang termasuk dari 8 asnaf yang telah ditentukan.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Asrorun Niam Sholeh, menegaskan bahwa zakat boleh dimanfaatkan untuk kepentingan wabah virus corona (Covid-19) dan dampaknya. Hal itu telah ditegaskan dan diatur dalam fatwa MUI Nomor 23 Tahun 2020 tentang pemanfaatan zakat, infak dan shodaqoh untuk penanganan Covid-19 dan dampaknya.
"Zakat merupakan ibadah mahdloh sebagai simbol ketaatan kepada Allah sebagai Muslim, tetapi juga untuk menjamin keadilan sosial dan solusi atas permasalahan ekonomi di tengah masyarakat," kata Asrorun, dalam konferensi pers secara Live Streaming di kantor Graha BNPB, Senin (18/5).
Namun demikian, Asrorun menjelaskan ada ketentuan terkait pemanfaatan zakat untuk kepentingan Covid-19 ini. Ia mengatakan, bahwa penerima manfaat adalah mereka yang termasuk dari 8 asnaf yang telah ditentukan, yakni Muslim yang fakir, miskin, amil, mualaf, memerdekakan riqab (hamba sahaya), gharim (orang yang terlilit utang), fisabilillah, dan ibnu sabil (orang sedang dalam perjalanan).
Selanjutnya, ia mengatakan bahwa distribusi zakat boleh ditujukan untuk kepentingan modal kerja, atau berbentuk uang tunai, makanan pokok, keperluan pengobatan, atau hal yang sangat dibutuhkan oleh mustahik. Selain itu, pemanfaatan zakat juga boleh bersifat produktif. Misalnya, untuk stimulasi kegiatan ekonomi fakir miskin yang terdampak wabah.
Jika distribusi untuk kepentingan kemaslahatan umum, maka ini dimungkinkan dengan mengambil salah satu dari 8 asnaf, yaitu asnaf fi sabilillah. Asrorun mengatakan, bahwa pemanfaatan zakat bisa dalam bentuk aset kelolaan atau layanan bagi kemaslahatan umum, khususnya bagi kemaslahatan mustahik. Misalnya, penyediaan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis saat menangani pasien Covid-19, untuk kepentingan penyediaan desinfektan, atau kebutuhan relawan yang bertugas dalam menangani wabah ini.
"Zakat mal (harta) boleh disalurkan lebih cepat dari waktu wajib sebelum sampai satu tahun penuh apabila telah mencapai nisab. Ini ditujukan agar manfaat zakat bisa segera diterima oleh mustahik yang terdampak Covid-19," lanjutnya.
Di samping zakat harta, MUI juga mengatur soal pelaksanaan zakat fitrah di masa pandemi saat ini. Asrorun menuturkan, bahwa zakat fitrah diwajibkan kepada setiap Muslim yang memiliki kecukupan kebutuhan pokok pada akhir Ramadhan.
Zakat fitrah didasarkan untuk kepentingan mensucikan jiwa orang yang berpuasa dan untuk memberi makan orang miskin. Sementara itu, ia menjelaskan bahwa waktu pelaksanaan zakat fitrah dimulai dari awal Ramadhan hingga menjelang sholat Ied. Di masa pandemi Covid-19 ini, MUI mengimbau umat Muslim untuk segera menunaikan zakat fitrah tanpa harus menunggu malam Idul Fitri tiba.
Menurut Asrorun, setidaknya ada dua hikmah dari pelaksanaan zakat fitrah lebih cepat tersebut. Pertama, agar manfaat zakat segera diterima mustahik yang membutuhkan. Kedua, agar tidak terjadi penumpukan barang di satu waktu, yang berpotensi terjadinya penularan penyakit.
Selain itu, MUI juga mengimbau para amil zakat, lembaga zakat (LAZ) dan badan amil zakat untuk secara pro aktif mensosialisasikan teknik membayar zakat dengan senantiasa mempertimbangkan dan memperhatikan protokol kesehatan. Selain itu, lembaga zakat juga diimbau agar memfasilitasi cara pembayaran berbasis digital, serta meminimalisir interaksi secara fisik.
"Pembayaran zakat tidak harus ketemu fisik. Dalam keterangan fikih, tidak harus ada ijab kabul secara fisik bertemu," tambahnya.
Selain itu, Asrorun juga menekankan bahwa amil perlu kreatif melakukan diagnosis atas kebutuhan riil yang dihadapi mustahik. Hal itu bertujuan agar harta yang diberikan kepada mustahik dapat menjadi solusi yang substantif atas masalah yang dihadapi. Di samping itu, menurutnya, zakat bisa dimanfaatkan untuk mengatasi masalah kesehatan mustahik, baik itu karena Covid-19 atau karena penyakit yang lain. Zakat fitrah juga ditujukan untuk membantu perihal kebutuhan pokok atau ekonomi para mustahik.
Dalam hal ini, ia menambahkan bahwa MUI terus melakukan ikhtiyar dalam memberikan kontribusi keagamaan guna penanganan Covid-19. Asrorun mengatakan, setidaknya sudah ada 5 fatwa yang dikeluarkan untuk menjadi panduan bagi umat Muslim. Selain itu, MUI juga membentuk Satgas Covid-19 dalam perspektif keagamaan.
Menurutnya, fatwa-fatwa tersebut diharapkan menjadi kepentingan pranata keagamaan sebagai solusi atas masalah kontemporer. Menurutnya, fatwa itu memberikan tuntunan pelaksanaan ajaran agama sesuai tuntunan syariah di satu sisi dan berkontribusi dalam mencegah peredaran Covid-19 serta mencegah dampak yang ditimbulkan di sisi yang lain.