Maska: KA logistik Harus Hemat Waktu Bongkar Muat

KA logistik perlu meningkatkan efisiensi dalam operasi dan perawatan prasarana sarana

ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Ilustrasi kereta logistik.
Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kereta Api (KA) Logistik harus hemat waktu bongkar muat. Ini agar KA Logistik bisa kompetitif atau berdaya saing dengan angkutan logistik lainnya di tengah pandemi Covid-19.

“Dengan mengurangi waktu bongkar muat barang di stasiun akan mengurangi total waktu perjalanan dari asal ke tujuan,” kata Ketua Umum Masyarakat Perkeretaapian Indonesia (Maska) Hermanto Dwiatmok dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (19/5).

Dia menjelaskan dari referensi yang ada, transportasi kereta api barang dengan jarak lebih dari 500 kilometer lebih efisien atau murah dibandingkan dengan menggunakan truk, namun dalam kenyataannya biaya angkut kontainer Jakarta – Surabaya dengan kereta api lebih mahal dibandingkan dengan truk.

Hal itu disebabkan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap angkutan kereta api, sedangkan angkutan truk dibebaskan PPN-nya. “Seharusnya perlakuan pajak antara kereta api barang dan truk sama sehingga dapat lebih bersaing,” katanya.

Selain itu, Hermanto menambahkan KA logistik juga perlu meningkatkan efisiensi dalam operasi dan perawatan prasarana dan sarana perkeretaapian.

Pasalnya, di samping keunggulannya dibandingkan dengan angkutan jalan, karena dapat mengangkut barang-barang berat, hemat energi, mengurangi kerusakan jalan akibat truk melebihi kapasitasnya dan ramah terhadap lingkungan, namun moda kereta api memiliki kelehaman, yakni tidak Kelemahan angkutan kereta api tidak dapat dari pintu ke pintu (door to door).

Hal itu dikarenakan kereta api bersifat antarstasiun sehingga memerlukan peralatan bongkar muat. Untuk itu, Hermanto menilai diperlukan efisiensi untuk menghemat biaya operasional.

Terkait pemangkasan alokasi anggaran Kementerian Perhubungan yang semula Rp 43,11 triliun menjadi Rp 32,6 triliun dengan alokasi efisiensi anggaran terbesar pada Ditjen Perkeretaapian dari semula Rp 12,56 triliun menjadi Rp 7,8 triliun, Hermanto berpendapat bahwa dapat pihaknya memahami pemangkasan anggaran khususnya yang terkait dengan pelaksanaan proyek di lapangan yang tidak dapat berjalan karena adanya pandemi Covid-19.

“Khususnya, permasalahan pengadaan lahan untuk pembangunan jalur kereta api baru di Sulawesi Selatan yang belum bebas sehingga pembangunan tidak dapat dilaksanakan,” katanya.

Keputusan tersebut berujung pada perubahan pelaksanaan proyek menjadi tahun jamak (multi years). Menurut dia, tidak terlalu menjadi permasalahan, yang penting program pembangunan tetap berjalan walaupun waktunya yang diperpanjang sehingga konsekuensinya pemanfaatan infrastruktur juga akan mundur.

Baca Juga


sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler