Jepang, Negara Non-Muslim yang Kembangkan Wisata Halal
REPUBLIKA.CO.ID, Tahun demi tahun, Islam semakin kuat mengakar di tengah masyarakat Jepang. Jepang kini adalah rumah bagi sekitar 100 ribu Muslim. Sebanyak 10 persen di antaranya adalah penduduk asli Jepang sedangkan sisanya adalah warga asing dari Jepang.
Kendati berorientasi ekonomi, kebijakan menggenjot aspek wisata syariah ini membuka celah penyebaran Islam. Kepentingan Jepang menarik lebih banyak wisatawan Muslim merupakan arus baru yang mengakrabkan Islam kepada rakyat Negeri Sakura. Mengandalkan zona ramah untuk Muslim (Moslem friendly zone), berbagai fasilitas dibangun bagi para wisatawan Muslim.
Dilansir dari japantimes.co.jp, Selasa (1/2), pemerintah menjadikan Jepang sebagai tujuan wisata halal menyusul meningkatnya jumlah wisatawan Muslim ke Negara Sakura tersebut. Untuk itu, pemerintah melakukan pembenahan di industri pariwisata agar memberikan kenyamanan bagi mereka.
Untuk memenuhi permintaan fasilitas halal, Jepang telah melakukan beberapa hal. Salah satunya memperbaiki sarana dan prasarana masjid. Selain itu, Jepang juga telah menyediakan makanan halal, tempat penginapan halal, dan layanan terkait wisata lainnya bagi umat Islam.
Jepang juga menghilangkan persyaratan visa bagi wisatawan dari negara-negara Asia Tenggara. Dengan meningkatnya kesadaran ini, perusahaan Jepang secara bertahap menggeser pendekatan mereka agar dapat memenuhi paket pariwisata bagi Muslim.
Restoran halal bukan hanya diperuntukkan wisatawan Muslim. Makanan halal juga diperkenalkan di universitas di Jepang untuk melayani mahasiswa Muslim.
Dengan fasilitas makanan yang lebih baik bagi siswa Muslim, Pemerintah Jepang bermaksud untuk meningkatkan jumlah mahasiswa asing yang menjalani pendidikan di Jepang. Saat ini, terdapat lebih dari 7.000 mahasiswa Muslim belajar di Jepang. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menyusul peningkatan ketersediaan fasilitas.
Dilansir Crescentrating.com, jumlah wisatawan Muslim ke Jepang diproyeksikan melonjak tiga kali lipat pada 2020. Pada 2013, Jepang dikunjungi oleh lebih dari 300 ribu wisatawan Muslim. Jumlah tersebut diprediksi melambung sampai satu juta pelancong pada 2020.
Sebanyak 65 persen wisatawan berasal dari negara-negara Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Indonesia memiliki jumlah yang paling banyak, yakni sekitar 27 persen, Malaysia 24 persen, dan Singapura enam persen.
Masih menurut Crescentrating, pada 2004-2013, jumlah pengunjung Muslim tumbuh pada tingkat rata-rata 7,2 persen per tahun. Tingkat pertumbuhan tertinggi adalah 47 persen pada 2012, diikuti oleh 29 persen pada 2013.
Kebijakan pemerintah tersebut menciptakan peluang bisnis bagi perusahaan lokal. TFK Corporation, misalnya. Perusaahan di bidang katering penerbangan ini melihat gejala da minat wisata halal. Pada musim gugur tahun lalu, perusahaan memperoleh sertifikasi untuk dapur halal.
Dilansir dari japantoday.com, TFK Corporation dilaporkan menghabiskan sekitar 60 juta yen untuk memperluas tempat Bandar Udara Internasional Narita dan membeli peralatan baru untuk memenuhi permintaan makanan halal.
Tak hanya peningkatan di sektor publik, produk keuangan halal juga tumbuh di Jepang. Strategi pertumbuhan dan penasihat penelitian DinarStandard dan Thomson Reuters mencatat, pada Mei 2014, pasar global untuk produk halal dan jasa lainnya, termasuk makanan, kosmetik, perjalanan dan pariwisata, produk keuangan, seperti kartu bank syariah, diperkirakan mencapai 1,6 triliun dolar AS.
Lembaga itu juga mencatat, jumlah ini diperkirakan meningkat pada 2018 mencapai 2,4 triliun dolar AS. Pasar keuangan di luar dunia Islam, termasuk Inggris, Hong Kong, dan Jepang, mendorong investasi dan tabungan produk compliant dengan prinsip syariah seperti sukuk, setara obligasi Islam.