Mudik Bukan Pulang Kampung, Melainkan Balik kepada Allah SWT
Hakikat mudik adalah kembali kepada ketaatan Allah SWT
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pandemi Covid-19 membuat semua orang harus membatasi aktivitas ibadah dan sosialnya seperti di antaranya pulang kampung atau mudik. Larangan mudik saat pandemi tak jarang membuat sebagian umat yang suka umat kecewa.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Pendidikan dan Kaderisasi, KH Abdullah Djaidi, mengatakan mudik yang sesungguhnya adalah kembalinya kita kepada Allah SWT.
"Kembali dengan mempersiapkan bekal yang kelak akan kita bawa kehadapan Allah, yaitu bekal iman, ilmu dan amal shaleh," katanya kepada Republika.co.id belum lama ini.
Kiai Abdullah yang juga Ketua Dewan Syuro Al-Irsyad Al-Islamiyah menyarankan, Idul Fitri di tengah pandemi ini masing-masing memanfaatkan kebersamaan bersama keluarga inti setelah melaksanakan ibadah shaum di rumah. Manfaat juga bersama-sama tetap di rumah selama Idul Fitri.
"Kebersamaan bersama keluarga inti dalam suasama lebaran pasti akan merasakan kenikmatan, saling menguatkan dan merasakan kasih sayang satu sama lain," katanya.
Tujuan dan akhir dari puasa yang sesungguhnya adalah kesungguhan kita dalam mengisi hari-hari dengan beribadah, sehingga derajat sebagai mutaqqien akan dapat dirain. Karena tujuan puasa adalah bertambahnya ketaqwaan kepada Allah SWT.
Dia mengatakan, semua telah memahami, bahwa mudik sebagai sebuah tradisi masyarakat Indonesia pada menjelang hari raya Idul Fitri. Aktivitas sosial mudik sudah terbiasa dilakukan sejak masa silam, sehingga ketika adanya larangan tersebut akan menjadikan sesuatu yang luar biasa mengecewakan.
Menurut dia, jika kita dapat mengambil hikmah dari hal yang tidak diinginkan tersebut dan memaknai lebih dalam lagi tentang batalnya untuk mudik, justru masyarakat dapat mengambil faedah bahwa kita bukan saja betul-betul merasakan suasana lebaran dengan keluarga inti, melainkan yang lebih utama kita akan lebih dekat lagi dengan Allah SWT. "Memaknai arti tawakal dan menghadapi ujian hidup yang sedang kita alami dengan penuh kesabaran dan keimanan," katanya.
Dalam ajaran Islam, silaturahim bukanlah sebuah tradisi melainkan bagian dari anjuran atau perintah dari Allah SWT. Silaturahim menjadikan tolok ukur keimanan setiap Muslim sebagaiman hadits Rasulullah SAW. "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir; hendaklah ia bersilaturrahim” (HR Bukhari dari Abu Hurairah).
Di hadits yang lain banyak pula disebutkan bahwa fadhilah atau keutamaan bersilaturahmi adalah adanya bakal keleluasaan rezeki dan yang panjang. Motivasi itulah yang kemudian melandasai terjaganya silaturahmi agar tetap dipelihara dan dipertahankan pada setiap lebaran tiba.
Saat ini teknologi informasi lebih memungkinkan kita untuk tetap melakukan silaturahmi melalui alat-alat komunikasi yang selalu mutkahir, baik penggunaannya maupun fasilitas-fasilitasnya yang semakin berkembang, termasuk vidio call dan lain-lain.
"Semoga dan kita berdoa kepada Allah SWT agar momentum Idul Fitri 1441 H tahun ini bisa kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya, dengan niat ibadah, tetap memilihara silaturrahmi, selalu terjaganya kesehatan keluarga sehingga dalam suasama berlebaran tetap merasakan kebahagian bersama anggota keluarga," ujar dia.