Obesitas Tingkatkan Risiko Anak Kena Covid-19

Seperti pada orang dewasa, obesitas juga jadi faktor risiko anak kena Covid-19.

Ibrahim Mase/DHA via AP
Perawat menggendong bayi berusia 45 hari yang baru saja keluar dari ruang perawatan intensif usai menjalani pengobatan Covid-19 di rumah sakit Istanbul, Turki, Selasa (12/5). Anak obesitas lebih berisiko terkena Covid-19.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Obesitas merupakan salah satu faktor risiko bagi orang dewasa mengidap Covid-19. Studi terkini mengungkap, hal sama juga terjadi pada anak dan remaja. Obesitas pada anak meningkatkan peluang terinfeksi Covid-19.

Penelitian dipimpin Philip Zachariah, dokter anak di Pusat Medis Irving Universitas Columbia, New York, Amerika Serikat. Studi yang terbit di jurnal JAMA Pediatrics itu menganalisis 50 kasus pediatrik Covid-19 yang cukup parah.

Sebanyak 22 persen atau 11 dari 50 pasien anak mengalami obesitas. Sementara, enam dari sembilan anak yang harus dipasangi ventilator juga mengalami obesitas. Pasien yang dianalisis tersebut berusia di bawah 21 tahun.

Para pasien menjalani tes Covid-19 pada Maret 2020 dan dua pekan pertama bulan April. Studi menemukan, sembilan dari 50 kasus tersebut tercatat cukup parah, terutama pasien usia belasan tahun. Rata-rata mereka yang berumur 14 tahun.

Kondisi parah yang dimaksud umumnya meliputi batuk, sesak napas, dan demam. Hampir setengah (44 persen) dari kasus menunjukkan gejala gastrointestinal. Sebagian besar bayi selamat tanpa mengembangkan kondisi yang parah.

Rentang waktu kondisi parah bagi sebagian besar pasien muda tercatat tidak lama. Sebanyak 76 persen pasien anak dan remaja boleh pulang tiga hari setelah dirawat. Sepertiga lain butuh alat bantuan pernapasan, termasuk sembilan yang menggunakan ventilator.

Dalam dua kasus, kondisinya menjadi sangat serius. Kadar oksigen darah turun drastis dan terjadi serangan jantung mendadak. Salah satunya fatal, para peneliti terus menyelidiki apakah ada pembekuan darah yang diduga menjadi salah satu risiko Covid-19.

Hidroksiklorokuin yang dikenal sebagai obat malaria, terbukti tidak efektif dalam uji klinis terhadap 15 pasien dalam kelompok itu. Selain hasil yang sama sekali tidak efektif, para peneliti mengaitkannya dengan efek samping yang berpotensi berbahaya.

Meski begitu, tim menekankan bahwa butuh adanya penelitian lebih lanjut. "Ukuran sampel yang kecil dari penelitian deskriptif ini juga dapat membatasi generalisasi pada populasi anak pengidap Covid-19 yang lebih luas," kata Zachariah.

Dokter lain yang tidak terlibat dalam studi menemukan tren serupa. Charles Schleien, kepala dokter anak di Northwell Health di New Hyde Park, New York, mengamati tingkat obesitas yang lebih tinggi pada pasien dengan kondisi Covid-19 yang parah.

"Ini sebenarnya tidak berbeda dengan orang dewasa, di mana obesitas juga memainkan peran kunci dalam keparahan penyakit jika Anda tertular virus," ujar Schleien.

Baca Juga


Kabar baiknya, anak secara umum tidak berisiko lebih tinggi terkena Covid-19. Para ahli percaya bahwa dalam sebagian besar kasus infeksi corona, anak-anak hanya mengalami sedikit gejala atau tidak sama sekali. Tetapi dalam beberapa kasus yang sangat jarang, penyakit tersebut dapat berkembang dan berakibat fatal.

Ketua pediatri di Rumah Sakit Huntington, New York, Michael Grosso, mengatakan, berbagai tambahan pengetahuan tentang persamaan dan perbedaan infeksi Covid-19 pada anak serta pasien dewasa sangat penting. Sebagian temuan bahkan sudah mengonfirmasi studi sebelumnya.

"Anak-anak lebih kecil kemungkinannya untuk meninggal, bayi-bayi tidak mengalami penurunan kondisi yang lebih buruk, namun obesitas adalah faktor risiko untuk kondisi yang lebih parah, meramalkan perlunya ventilasi mekanik," kata Grosso, dikutip dari laman Health 24.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler