Amr bin al-Jamuh, Seorang Pincang yang Bertekad Syahid

Salah satu sahabat Rasulullah SAW yang dijamin masuk surga adalah Amr bin al-Jamuh.

Republika
Amr bin al-Jamuh, Seorang Pincang yang Bertekad Syahid. Sahabat Nabi (Ilustrasi)
Rep: Kiki Sakinah Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW dikelilingi para sahabat yang setia dan penuh pengorbanan dalam ikut memperjuangkan agama Allah. Bahkan, para sahabat itu telah dijamin oleh Rasulullah SAW akan masuk surga. Salah satu sahabat Rasulullah SAW yang dijamin masuk surga adalah Amr bin al-Jamuh.

Baca Juga


Amr bin Al-Jamuh adalah seorang yang pincang kakinya. Namun demikian, meski kondisi fisiknya tidak sempurna, ia memiliki keberanian dan tekad yang kuat untuk mendapatkan syahid. Sehingga, Allah pun memuliakannya dengan syahid itu.

Amr bin al-Jamuh adalah seorang pemuka Bani Salamah yang disegani. Ia adalah salah seorang pemimpin Yatsrib pada masa jahiliyah.  Sebelum masuk Islam, ia menyembah berhala Manat. Manat ini merupakan patung yang terbuat dari kayu yang indah dan mahal harganya. Hampir setiap hari patung itu dibersihkan dan diminyaki dengan wangi-wangian khusus dan mahal.

Mengutip buku berjudul Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid 2 karya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi, dikisahkan bahwa Amr bin Al-Jamuh memiliki empat orang anak laki-laki, di antaranya Khallad, Mu'awwidz, Mu'adz, dan Abu Aiman. Anak-anaknya dan istrinya, Hindun, telah lebih dulu masuk Islam daripada Amr bin al-Jamuh.  Suatu hari, sang ayah mengetahui keislaman mereka.

Saat mengetahui anaknya belajar agama Islam, ia meminta anaknya mengatakan tentang yang didengarnya. Anaknya bernama Mu'adz lantas membacakan surah al-Fatihah. Amr bin al-Jamuh terpesona mendengar surah tersebut. Namun, ia masih saja meminta petunjuk kepada berhala Manat.

Hingga kemudian, beberapa pemuda mengikat berhala Manat dengan bangkai anjing di sebuah sumur. Amr bin al-Jamuh kemudian tersadar dan mulai berpikir bahwa berhala itu tidak memiliki kekuatan apa pun dan tidak bisa melindungi dirinya dari aniaya orang lain. Ia akhirnya memutuskan masuk Islam.

Amr bin al-Jamuh membersihkan badan dan pakaian serta memakai wewangian sebelum menemui Rasulullah SAW. Ia pun menyesali dosa-dosanya selama dalam kemusyrikan. Setelah masuk Islam, ia mengerahkan seluruh hidupnya, hartanya, dan anak-anaknya dalam menaati perintah Allah dan Rasul-Nya.

Pada perang Uhud, Amr bin Al-Jamuh memiliki niat ikut berperang bersama Rasulullah SAW. Namun, anak-anaknya ingin menahannya agar tidak usah ikut berperang lantaran keadaan fisiknya. Mereka berkata kepada ayahnya, "Allah memaafkanmu."

Ketika Islam memasuki kota Yatsrib, usia Amr bin al-Jamuh sudah lewat 60 tahun. Sehingga ia terbilang sudah renta, ditambah kondisi fisiknya yang pincang.

 

 

Amr bin Al-Jamuh lantas datang menghadap Rasulullah sembari berkata, "Wahai Rasulullah, anak-anak saya ingin menahan saya dari peperangan ini. Mereka menahan agar tidak ikut pergi bersamamu. Demi Allah, saya ingin melangkah dengan kepincangan saya ini di dalam surga."

Rasulullah SAW berkata, "Allah telah memaafkanmu, engkau tidak diwajibkan berjihad." Rasulullah juga berkata kepada anak-anaknya, "Kamu tidak boleh menahannya, semoga Allah memberikan syahid kepadanya."

Namun, karena tekadnya, Rasulullah SAW kemudian mengizinkannya ikut serta dalam perang Uhud. Ia kemudian pergi menghadap kiblat sambil mengucapkan, "Ya Allah, jangan kembalikan aku kepada keluargaku dalam keadaan sia-sia." Ia lalu gugur sebagai syahid.

Dalam riwayat lain disebutkan, Amr bin Al-Jamuh datang menghadap Rasulullah SAW seraya berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu jika aku berperang fi sabilillah hingga aku terbunuh. Apakah di dalam surga aku akan berjalan dengan kaki yang tidak cacat?" Rasulullah menjawab, "Ya." Ia selanjutnya gugur sebagai syahid pada perang Uhud. Rasulullah kemudian melewati jasadnya, anak saudaranya, dan seorang hamba sahayanya dan mengubur mereka dalam satu kubur.

Disebutkan pula, Rasulullah SAW memerintahkan untuk memakamkan jasad Abdullah bin Amr bin Haram dan Amr bin Jamuh dalam satu liang lahat. Sebab, semasa hidup mereka berdua adalah sahabat setia yang saling menyayangi. Ia juga dimakamkan satu liang dengan putranya, Khalad bin Amr

Dengan demikian, riwayat itu mengandung dalil bahwa orang yang dimaafkan untuk tidak ikut berjihad ialah karena sakit atau pincang. Mereka boleh tetap ikut berperang, namun tidak diwajibkan.

 

Sementara itu, setelah 46 tahun berlalu, dikisahkan tanah pemakaman sahabat Nabi SAW ini dilanda banjir. Kaum Muslimin terpaksa memindahkan jasad para syuhada. Saat itu, Jabir bin Abdullah bin Haram, putra dari Abdullah bin Amr bin Haram, masih hidup. Ia dan keluarganya kemudian memindahkan jasad ayahnya dan syuhada lainnya. Saat hendak dipindahkan, mereka mendapati jasad para syuhada itu tetap utuh. Disebutkan, bahwa tak sedikit pun dari tubuh mereka yang dimakan tanah. Bahkan, mereka seperti tertidur nyenyak dengan bibir menyunggingkan senyum. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler