Sidebar

Jeddah, Kota Perlintasan Beragam Masyarakat Multibudaya

Tuesday, 16 Jun 2020 16:11 WIB
Kota Jeddah menjadi tujuan perlintasan masyarakat multibudaya. Kota tua Jeddah Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebagaimana kota pelabuhan umumnya, Jeddah di Arab Saudi adalah kota yang multikultural. Sebab, kota yang menghadap ke Laut Merah itu dibentuk oleh berbagai bangsa. Bangsa-bangsa itu tiba karena berbagai alasan, mulai dari perdagangan, peribadatan haji, hingga perbudakan.

Baca Juga


Ahli sejarah Timur Tengah, Profesor Ulrike Freitag, mengatakan Kota Jeddah sudah sejak lama menjadi titik penghubung perdagangan antara kawasan Mediterania (di antaranya Turki, Italia, dan Spanyol) dan wilayah-wilayah di Samudera Hindia. 

Menurut legenda, kata dia, Jeddah ditetapkan sebagai pelabuhan bagi Mekkah pada era Khalifah Utsman bin Affan (644-656 M). Sebagai kota pelabuhan, Jeddah berbeda dengan kota lainnya di Arab Saudi. Sebab, kota ini dihuni juga oleh pendatang dari berbagai bangsa. Orang-orang yang tinggal di sana berasal atau setidaknya keturunan dari "seluruh dunia".  

"Mulai dari India, Mesir, Iran, Maroko, dan wilayah lainnya," kata Freiteg dalam wawancara terkait buku terbarunya berjudul 'A History of Jeddah-The Gate to Mecca in the Nineteenth and Twentieth Centuries' dengan Qantara.de, Sabtu (6/6).  

Kedatangan berbagai bangsa itu ke Jeddah, kata Freiteg, tak hanya karena perdagangan, tapi juga peribadatan haji. Terutama ketika perjalanan dengan kapal uap mulai meningkat pada abad ke-19 Masehi. Sejak saat itu, jamaah haji datang lebih banyak ke pelabuhan Jeddah.  

Kedatangan berbagi bangsa ke sana, lanjut Freiteg, juga karena praktik perbudakan. Para budak terbilang cukup mudah didatangkan dari Afrika karena kedua wilayah hanya dibatasi Laut Merah yang notabene tak terlalu luas.  

"Sejak awal, Jeddah berhubungan dengan Sudan ataupun kawasan Tanduk Afrika. Baik peziarah dan pekerja migran datang dari sana. Tentu saja, perdagangan budak yang luas juga membentuk Jeddah," kata Freiteg yang telah meneliti sejarah Kota Jeddah selama 15 tahun.  

Menurut dia, keberagaman Jeddah itu kini bisa dilihat dari budaya makanannya. Tampak juga dari ciri keterbukaannya sebagaimana kota pelabuhan lain di berbagai belahan dunia. Gambaran ini kontras dengan, misalnya, Kota Riyadh yang dibentuk kebudayaan Badui.

"Semua itu (berbagai bangsa yang datang dengan berbagai alasan) berkontribusi membentuk karakter multikultural Kota Jeddah," ucap Freiteg yang juga menjabat sebagai Direktur Leibniz Center for Modern Oriental Studies di Berlin, Jerman, itu.

Sumber: https://en.qantara.de/content/non-fiction-ulrike-freitags-a-history-of-jeddah-the-legacy-of-jeddahs-migration-history

 

Berita terkait

Berita Lainnya