Kala Makam Hawa Dihancurkan Era Arab Saudi di Jeddah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kota Jeddah di Arab Saudi berubah drastis setelah wangsa Saud berkuasa pada 1920-an di sana. Terutama perubahan pada aspek kultural.
Pakar sejarah Timur Tengah, Profesor Ulrike Freitag, mengatakan, perubahan kultural itu tampak dari pelarangan prostitusi, konsumsi alkohol, dan musik. Semua itu sebelumnya langgeng di Jeddah sebagaimana kota pelabuhan lainnya di dunia. Perubahan itu juga termasuk soal agama. Wangsa Saud, yang mendirikan negara Arab Saudi modern, kata Freiteg, berpegang teguh pada interpretasi Wahabi tentang Islam.
"Suatu interpretasi yang kaku terhadap agama yang dengan keras menentang segala jenis pemujaan orang suci," kata Freiteg dalam wawancara terkait buku terbarunya berjudul 'A History of Jeddah-The Gate to Mecca in the Nineteenth and Twentieth Centuries' dengan Qantara.de, Sabtu (6/6)
Hal ini, lanjut dia, tampak pada dihancurkannya makam Hawa, istri Nabi Adam AS. Meskipun demikian, lokasi yang diyakini makam Hawa itu masih tetap dikunjungi peziarah hingga saat ini.
Selain itu, imbuh dia, pengaruh sufisme yang sebelumnya besar di Jeddah juga ditekan oleh rezim wangsa Saud.
Sebelum dikuasai wangsa Saud, Kota Madinah adalah kota pelabuhan yang didiami masyarakat dari berbagai bangsa. Mereka datang ke kota di tepi laut merah itu karena perdagangan, peribadatan haji, dan juga perbudakan.
Oleh sebab itu, Kota Jeddah adalah wilayah yang multikultural. Hal itu, kata Freiteg yang telah meneliti Jeddah selama 15 tahun, tampak dari keberagaman makanan di sana dan juga keterbukaan masyarakatnya sebagaimana kota pelabuhan umumnya.