Potensi Penyalahgunaan Masker pada Pilkada Serentak 2020

Bawaslu hari ini meluncurkan indeks kerawanan pemilu untuk Pilkada 2020.

Wihdan Hidayat/ Republika
Poster himbauan wajib menggunakan masker dipasang di banyak titik di jalur pedestrian Malioboro, Yogyakarta, Kamis (11/6). (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mimi Kartika, Antara

Penyelanggara pemilu khususnya KPU dan Bawaslu di tingkat panitia pemilihan diingatkan agar berhati-hati atas potensi penyalahgunaan penggunaan masker pada Pilkada Serentak 2020. Hal itu disoroti oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD saat peluncuran indeks kerawanan pemilu (IKP) Pilkada 2020 di Jakarta, Selasa (23/6).

Menurut Mahfud, masker saat ini memang penting mencegah penularan Covid-19. Namun, masker  juga berpotensi dimanfaatkan oleh oknum dalam melakukan kecurangan pilkada.

Baca Juga



"Hati-hati juga mungkin pemilu pakai masker, bisa juga kerawanan itu nanti, orang yang bukan berhak memilih tiba-tiba itu pakai masker, tidak dikenal (dan memilih) itu kan termasuk kerawanan," kata Mahfud, Selasa.

Pada peluncuran data pemutakhiran IKP oleh Bawaslu itu, Mahfud mengatakan kerawanan pemilu dari variabel pandemik Covid-19 seperti yang telah dijelaskan dalam IKP memang patut diperhitungkan dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020. Kemudian, selain pandemi Covid-19, tantangan lainnya, menurut dia, yakni mengenai konten-konten berita yang mengandung hoaks, fitnah, SARA dan ujaran kebencian.

"Beberapa hari yang lalu berbicara dengan bapak presiden, bicara tentang hal-hal yang begini, itu memang memprihatinkan, tapi pesan pak presiden, aparat jangan terlalu sensi (sensitif) ada apa-ada ditangkap, diadili," ujar dia.

Menurut Mahfud, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpesan hal-hal yang berupa pelanggaran hukum luar biasa dan tindakan kriminal saja yang harus ditindak. Hal-hal ringan atau berupa gurauan baiknya tidak perlu ditindak, cukup dibiarkan saja.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah memutakhirkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020 akibat pandemi Covid-19. Anggota Bawaslu RI, M Afifuddin menilai, wabah virus corona sangat memengaruhi penyelenggaraan pilkada sehingga tingkat kerawanan pun meningkat.

"Pada pemutakhiran kali ini, Bawaslu memasukkan konteks pandemi yang kita alami beberapa bulan ini. Pandemi ini memang sangat memengaruhi penyelenggaraan pilkada," ujar Afifuddin dalam acara peluncuran update IKP secara virtual, Selasa (23/6).

Bawaslu memasukkan konteks pandemi terhadap IKP di 270 daerah yang terdiri dari 224 kabupaten, 37 kota, dan sembilan provinsi. Aspek yang diukur antara lain anggaran pilkada terkait Covid-19, data terkait Covid-19, dukungan pemerintah daerah, resistensi masyarakat terhadap penyelenggaraan pilkada, dan hambatan pengawasan akibat wabah Covid-19.



Hasilnya, kata Afif, pada IKP Pilkada 2020 mutakhir per Juni 2020, terdapat 27 kabupaten/kota yang terindikasi rawan tinggi dalam konteks pandemi. Selain itu, dalam konteks pandemi ini, ada 146 kabupaten/kota terindikasi rawan, serta 88 kabupaten kota dalam titik rawan rendah.

Hal lain yang juga menonjol dalam situasi pandemi adalah konteks infrastruktur daerah. Konteks tersebut Bawaslu mengukur dua aspek, yakni dukungan teknologi informasi di daerah dan sistem informasi yang dimiliki penyelenggara pemilu.

Pada konteks infrastruktur daerah, semua provinsi yang menyelenggarakan pilkada berada pada titik rawan tinggi. Sementara tidak ada kabupaten/kota yang rawan rendah.

Sebanyak 117 kabupaten/kota terindikasi rawan tinggi dalam konteks infrastruktur. Sedangkan, 144 kabupaten/kota termasuk rawan sedang.

Bawaslu juga memutakhirkan kerawanan pada konteks politik dalam penyelenggaraan Pilkada 2020 di tingkat kabupaten/kota. Aspek yang diukur dalam konteks ini adalah keberpihakan penyelenggara pemilu, rekruitmen penyelenggara pemilu yang bermasalah, ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN), dan penyalahgunaan anggaran.

Hasil penelitian Bawaslu menyebutkan, 50 kabupaten/kota ada dalam kerawanan tinggi pada konteks politik, 211 kabupaten/kota dalam kerawanan sedang dan tidak ada daerah yang rawan rendah. Dalam konteks politik, tujuh provinsi terindikasi rawan tinggi.

Adapun dalam konteks sosial, Bawaslu mengukur aspek gangguan keamanan seperti bencana alam dan bencana sosial serta aspek kekerasan atau intimidasi pada penyelenggara. Dalam konteks ini, 40 kabupaten/kota ada pada titik rawan tinggi dan 221 kabupaten/kota rawan sedang. Tidak ada satu pun daerah terindikasi rawan rendah.

Atas temuan itu, Bawaslu merekomendasikan lima hal kepada seluruh pemangku kepentingan penyelenggaraan Pilkada Pilkada 2020. Pertama, memastikan penyelenggara, peserta, pendukung, dan pemilih menerapkan protokol kesehatan dalam setiap tahapan pilkada.

"Semua aktivitas kita harus dilakukan dengan protokol Covid," kata Afif.

Kedua, lanjut Afif, koordinasi para pihak dalam keterbukaan informasi terkait penyelenggaraan pemilihan dan perkembangan kondisi pandemi Covid-19 di setiap daerah. Ketiga, memastikan dukungan anggaran penyediaan alat pelindung diri (APD) dalam pelaksanaan tahapan Pilkada 2020.

Keempat, menjaga kemandirian aparatur pemerintah dari penyalahgunaan wewenangan dan anggaran penanggulangan Covid-19. Kelima, menerapkan penggunaan teknologi informasi yang sesuai dengan kondisi geografis dan kendala yang dialami oleh penyelenggara pemilu.

Masker Tiga Lapis WHO - (Republika)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler