Ombudsman Belum Respons Aduan Soal PPDB SMA/SMK DIY

AMPPY telah menyerahkan kelengkapan agar aduan tersebut dapat diproses Ombudsman.

Prayogi/Republika
Petugas membantu orang tua murid di posko pelayanan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK.
Rep: Silvy Dian Setiawan Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ombudsman RI Perwakilan DIY belum merespons terkait aduan dari Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) terkait proses PPDB SMA/SMK 2020 di DIY. Masuknya nilai USBN SD/MI sebagai bobot tambahan nilai rapor SMP saat seleksi PPDB SMA/SMK ini menjadi kontroversi di masyarakat. 


Bahkan, muncul petisi di platform change.org agar dihapuskannya USBN SD sebagai pertimbangan dalam PPDB SMA/SMK. 

Wali murid yang juga membuat petisi, Deddy Heriyanto mengatakan, ia bersama AMPPY telah menyerahkan kelengkapan agar aduan tersebut dapat diproses oleh Ombudsman. 

"Kenapa Ombudsman tidak merespons? Mereka waktu itu minta fotokopi KTP dan info apa upaya yang dilakukan. Fotokopi KTP setahu saya sudah diserahkan, tetapi tidak ada kelanjutan," kata Deddy kepada Republika, Rabu (24/6). 

Bobot perhitungan nilai dalam PPDB SMA/SMK di DIY ini sebelumnya diambil dari rata-rata nilai rapor sebesar 80 persen, rata-rata nilai UN sekolah dalam empat tahun terakhir sebesar 10 persen dan nilai akreditasi sekolah sebesar 10 persen. Namun, dengan adanya perubahan juknis pada 2020, formulasi tersebut diubah.

Formulasi diubah menjadi, rata-rata nilai rapor ditambah dengan nilai USBN SD dengan total bobot sebesar 80 persen, nilai rata-rata UN sekolah dalam empat tahun terakhir sebesar 10 persen dan nilai akreditasi sekolah sebesar 10 persen.

Ia bersama AMPPY pun juga telah melakukan audiensi dengan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY, beberapa waktu lalu. Dalam audiensi tersebut,  ia menyampaikan masukan-masukan dan kelemahan dari sistem yang sekarang diterapkan. 

Setelah itu, pihaknya belum melakukan kembali audiensi lanjutan dengan Disdikpora DIY. Pihaknya juga berencana untuk audiensi dengan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. 

"Belum ada progres apa-apa (untuk audiensi dengan Disdikpora dan Gubernur DIY). Kawan-kawan AMPPY juga sibuk mengurus PPDB level kota/kabupaten. Jadi (PPDB SMA/SMK) tidak terurus," katanya. 

Menurutnya, nilai rapor seharusnya diapresiasi lebih tinggi dari pada USBN SD dalam PPDB SMA/SMK 2020 ini. Sebab, formulasi baru tersebut kurang mencerminkan apresiasi terhadap proses belajar peserta didik yang sudah dilakukan selama di SMP.

"Kalau dipaksa USBN SD tetap masuk, bobotnya 20 persen saja, akreditasi 10 persen, rata-rata UN SMP 10 persen dan nilai rapor 60 persen. Rumus itu mencerminkan penghargaan yang kurang pantas  terhadap kerja keras selama di SMP," ujarnya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler