Jokowi: Krisis Ekonomi Global Itu Nyata

Krisis ekonomi saat ini dinilai lebih buruk ketimbang Depresi Besar pada 1930 silam.

Antara/Sigid Kurniawan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewanti-wanti bahwa krisis ekonomi dunia benar-benar menantang di depan mata.
Rep: Sapto Andika Candra Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewanti-wanti bahwa krisis ekonomi dunia benar-benar menantang di depan mata. Jokowi bahkan mengonfirmasinya langsung kepada Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva melalui sambungan telpon. Krisis ekonomi akibat Covid-19 ini bahkan lebih buruk ketimbang Depresi Besar pada 1930 silam.


IMF, ujar presiden, juga memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi negara-negara dengan ekonomi besar dunia akan anjlok. Amerika Serikat (AS) misalnya, pada tahun 2020 ini ekonominya diprediksi hanya tumbuh minus 8 persen. Nasib serupa dialami Jepang yang diprediksi ekonominya hanya mampu tumbuh minus 5,8 persen, Inggris minus 10,2 persen, Prancis minus 12,5 persen, Italia minus 12,5 persen, Spanyol minus 12,8 persen, dan Jerman minus 7,5 persen.

Tekanan ekonomi ini, lanjut Jokowi, akan berimbas pada melemahnya permintaan masyarakat terhadap sebuah produk. Permintaan atau demand yang anjlok tentunya akan berdampak pada produksi dan suplai yang terhenti. Hal ini tentu dirasakan benar oleh masyarakat yang bekerja di industri padat karya yang kehilangan permintaan selama pembatasan sosial sebelumnya.

"Ini yang harus kita ketahui bersama bahwa kita dalam proses pengendalian Covid, urusan kesehatan diperhatikan. Namun kita ada masalah lain yakni urusan ekonomi," jelas Jokowi dalam sambutan di Gedung Grahadi Surabaya, Kamis (25/6).  

Mengingat pentingnya penanganan dampak ekonomi ini, Jokowi pun meminta seluruh kepala daerah untuk meningkatkan sensitivitasnya dalam menangani Covid-19 secara menyeluruh. Maksudnya, aspek kesehatan dan ekonomi harus seimbang.

"Rem dan gas harus seimbang, tidak bisa kita gas di urusan ekonomi, tetapi kesehatannya menjadi terabaikan. Tidak bisa kita konsen penuh di urusan kesehatan, tapi ekonomi terganggu," kata presiden.

Ia meminta gubernur, wali kota, dan bupati untuk benar-benar menjalankan pengendalian Covid-19 dari aspek kesehatan secara tegas, namun di sisi lain juga dilakukan pemulihan ekonomi secara bertahap. Keduanya, baik kesehatan dan ekonomi, diminta untuk dikerjakan secara proporsional.

"Gas dan rem ini yang selalu saya sampaikan ke gubernur walikota harus pas betul ada balance agar semuanya bisa dilakukan bersamaan. Inilah sulitnya saat ini," kata Jokowi.

Dalam kunjungan ke Surabaya kali ini, Jokowi juga memberi waktu dua pekan bagi Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan jajarannya untuk menekan angka kasus Covid-19. Jokowi mengingatkan bahwa Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan angka kasus Covid-19 yang tertinggi di Indonesia. Bahkan pada Rabu (24/6) kemarin, Jawa Timur kembali menduduki posisi pertama sebagai provinsi dengan angka penambahan kasus terbanyak, yakni 183 orang. Kendati tingkat kesembuhan di Jawa Timur terbilang tinggi, 31 persen, namun Presiden tidak mau hal ini menghilangkan kewaspadaan untuk menekan penularan.

"Saya minta dalam waktu 2 minggu pengendaliannya betul-betul kita lakukan bersama-sama dan terintegrasi. Dari semua unit organisasi yang kita miliki di sini. Baik itu di gugus tugas, baik di provinsi, baik itu di kota dan di kabupaten seterusnya lakukan manajemen krisis untuk menurunkan angka positif tadi," jelas Presiden.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler