Peneliti Kembangkan Alat Deteksi Covid-19 Radiografi Digital

Peneliti lakukan riset alat radiografi digital dengan harga bisa dijangkau

www.freepik.com
Covid-19 (ilustrasi).
Rep: Wahyu Suryana Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Saat ini, alat yang sering digunakan deteksi Covid-19 RDT dan PCR dengan tingkat akurasi hanya 30 persen dan 75 persen. Tapi, ada satu alat deteksi yang tingkat akurasinya tinggi melalui teknologi radiografi digital.

Alat itu saat ini dikembangkan Dosen UGM, Dr. Bayu Suparta. Bayu mengatakan, alat radiografi digital itu dapat membuktikan seseorang terkena virus tidak, dengan melihat struktur paru-paru.

"Bila terkena virus corona, maka paru-paru menjadi rusak. Intinya lewat radiografi, signifikansinya sampai 95 persen," kata Bayu, Kamis (25/6).

Dosen Prodi Fisika FMIPA UGM ini menuturkan, meski teknologi bisa mendeteksi tingkat akurasi Covid-19, tidak semua RS memilikinya. Ia menerangkan, dari 3.000-an RS Indonesia cuma tipe A yang terima bantuan alat dari pemerintah.

Sedangkan, yang lain tidak ada dan bisa diprediksi alat radiografi digital sangat sedikit. Sehingga, sudah jadi motivasi besarnya sejak lama, lakukan riset alat radiografi digital dengan harga bisa dijangkau.

Meski belum mau menyebut harga untuk alat radiografi buatannya, namun Bayu meyakinkan harga alat radiografi buatannya jauh lebih lebih murah dari alat yang sama. Terlebih, yang beredar merupakan buatan luar negeri yang diimpor.

"Impian saya, kita bangga dengan produk inovasi kita sendiri, bayangkan 9.000 puskesmas bisa memilikinya karena harganya terjangkau," ujar Bayu.

Bayu menerangkan, penelitiaan riset radiografi digital ini sudah dilakukan sejak 30 tahun lalu. Bahkan, penelitiannya sudah diuncurkan 15 tahun lalu, yang didedikasikan sebagai produk unggulan UGM.

Namun, hingga sekarang belum sempat dihilirisasi hingga akhirnya diluncurkan Presiden Jokowi bersama puluhan produk inovasi lain demi membantu penanganan Covid-19 pada 20 Mei lalu di Istana Negara. "Ketika diluncurkan, saya pikir ini tidak main-main. Saya bersama tim bekerja keras menyempurnakan alat ini," kata Bayu.

Hingga kini, kata Bayu, sudah ada tiga alat radiografi digital buatannya yang sudah diproduksi untuk keperluan mendapatkan izin produksi, izin edar dan uji coba ke pengguna. Alat memakai merek Madeena atau Made in Ina.

Alat ini sudah dipakai di RS Tabanan Bali. Dua alat lain digunakan sebagai syarat tahapan proses mendapatkan izin produksi massal. Soal hilirisasi dan komersial sepenuhnya diserahkan ke pemerintah dan pemangku kebijakan lain.

"Kita sudah mengajukan izin produksi dan izin edar, apalagi presiden sudah meminta untuk produk inovasi monitoring Covid-19 dipermudah izinnya," ujar Bayu.

Soal deteksi, Bayu berkeyakinan alat buatannya sangat mampu menentukan dan identifikasi untuk prognosis pasien yang terkena Covid. Bahkan, ia menilai operasional alat adapatif teknologi 4.0 dan aman bagi pasien dan tenaga medis.

Sebab, kata Bayu, dosis radiasi dibuat serendah mungkin. Alat ini dikontrol dengan komputer, lalu sinar X memancarkan ke tubuh pasien, terusan radiasi ditangkap detektor dan dihubungkan ke layar monitor.

Kemudian, diolah radiografer diberikan ke tenaga fisika medik. Setelah itu, akan dikirimkan ke dokter secara digital sesuai permintaan. Satu keunggulan alat radiografi digital ini, menurut Bayu, bisa terhubung dengan Big Data.

"Sepanjang rumah sakit atau puskesmas memiliki akses internet, maka ia bisa mengecek data hasil radiografi pasien dari jarak jauh bila terhubung dengan sistem kesehatan di setiap pusat layanan kesehatan," kata Bayu. (Wahyu Suryana)


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler