Kemenag Minta Kemenkes Standarkan Biaya Kesehatan Haji
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) meminta Kementerian Kesehatan menetapkan standar biaya kesehatan haji yang dibebankan kepada jamaah. Salah satunya, biaya untuk memperoleh surat keterangan mampu atau istitha'ah.
“Sejauh ini belum ada standar biaya kesehatan haji dari Sabang sampai Merauke," kata Direktur Jenderal PHU Kemenag Nizar saat menjadi narasumber Konsinyering Dokumen Pasca Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji, di Bekasi, Jumat (03/07).
Nizar menyebut, belum adanya standar biaya kesehatan haji menyebabkan dilema bagi jamaah. Karena di beberapa daerah berbeda, termasuk jenis pemeriksaannya.
"Ada yang cukup sample darah ada juga yang sampai CT Scan. Itu yang membuat biaya berbeda-beda dari ratusan ribu sampai dengan jutaan rupiah," ujarnya.
Keluhan semacam ini, kata Nizar adalah suatu yang menghambat proses dokumen terutama paspor. Karena biaya terlalu mahal sehingga membebani jamaah. Melihat hal tersebut, pihaknya terus berkomunikasi dengan pihak Kemenkes untuk menstandarkan biaya kesehatan haji.
Nizar juga mengungkapkan, dalam situasi dan kondisi pandemi Covid-19 masih banyak jamaah haji yang belum menyelesaikan pembuatan paspor sehingga berpengaruh kepada jamaah haji untuk mendapatkan keterangan istitha’ah.
“Bagi yang sudah menyelesaikan paspor sesuai ketentuan pasti mereka sudah juga menyelesaikan kesehatannya dan sudah mendapatkan keterangan istithaah. Namun untuk ke depannya ada keterangan kesehatan lagi atau tidak?" tanya Nizar.
Hal ini menurut Nizar juga berlaku pada tes swab Covid-19 yang perlu dilakukan jemaah. "Realitanya biaya test swab di setiap daerah juga berbeda-beda padahal bahannya sama. Ini juga perlu dibahas,” ujarnya.
Ia berharap Kemenkes dapat mengalokasikan dana tes swab bagi jamaah haji untuk digratiskan. Menurut Nizar hal itu jauh lebih bagus daripada tidak menetapkan standar biaya kesehatan haji.
Pihaknya masih terus berkomunikasi dengan Kemenkes termasuk beban biaya tambahan kalau ada vaksin Covid-19, ini karena swabnya jamaah haji lebih mahal. "Bagi yang belum menyelesaikan paspor juga harus menyelesaikan keterangan istitha’ah-nya ditambah keterangan bebas Covid-19, maka ini perlu ada kajian lebih lanjut," ungkap Nizar.
Menurut Nizar, pihaknya masih terus berkomunikasi dengan Kemenkes terkait beban biaya tambahan kalau ada vaksin covid19, ini karena swabnya jamaah haji lebih mahal. Sementara, terkait paspor jamaah, Nizar meminta dokumen tersebut discan terlebih dahulu sebelum dikembalikan ke Kankemenag Kabupaten/Kota.
"Sehingga nanti kalau ada keterlambatan pengembalian, Kemenag sudah punya salinannya. Jadi datanya aman, dan data dari Kemenkumham bisa terkoneksi termasuk juga dengan Dukcapil, maka perlu ada koordinasi juga dengan Kemendagri untuk mencocokkan NIK,” tandasnya.
Turut hadir dalam pertemuan itu, Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Muhajirin Yanis, Dirjen Imigrasi yang diwakili Kepala Subdirektorat Pengelolaan dan Analisis Dokumen Perjalanan Dadan Gunawan, peserta dari Ditjen Imigrasi, peserta dari Kanwil Kemenag Jabar, Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Kemenag, Kankemenag Kabupaten dan Kota Bekasi serta Ditjen PHU.