Heboh Kalung Eucalyptus yang Akhirnya Diakui Bukan Antivirus

Kementan hari ini mengklarifikasi kalung eucalyptus sebagai produk jamu herbal.

Kementan
Inovasi antivirus berbasis eucalyptus yang diluncurkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) menjadi angin segar di tengah pandemi covid-19 yang masih merebak khususnya di Indonesia.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Deddy Darmawan Nasution, Wahyu Suryana, Febrianto Adi Saputro

Temuan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian (Balitbang Kementan), terkait spesies eucalyptus yang mampu membunuh virus corona menjadi polemik bahkan olok-olok di media sosial. Polemik bermula ketika Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan bahwa antivirus corona dalam bentuk kalung akan mulai diproduksi, karena telah melalui hasil penelitian laboratorium.

Baca Juga



"Dari 700 jenis, satu (jenis) yang bisa mematikan virus corona, ini hasil laboratorium kita dan kita yakin," kata Syahrul di Jakarta, akhir pekan lalu.

Kepala Balitbangtan Kementan Fadjry Djufri, ketika dihubungi melaui telepon seluler oleh Antara, Sabtu (4/7), mengatakan, untuk perbanyakan produk antivirus berbasis tanaman eucalyptus menjadi berbentuk kalung sudah dikerjasamakan oleh Balitbangtan Kementan dengan perusahaan swasta. Menurut Fadjry, kerja sama Balitbangtan Kementan dengan pihak swasta diharapkan dapat mempercepat produksi massal antivirus untuk memenuhi permintaan masyarakat, apalagi dalam situasi pandemi virus corona saat ini.

"Adanya produk antivirus ini, diharapkan bisa memberikan berkontribusi terhadap penekanan penyebaran Covid-19," kata Fadjry, Sabtu.

Untuk mengklarifikasi polemik, pada hari ini Fadjry dan jajarannya menggelar konferensi pers yang digelar di Bogor, Jawa Barat. Fadjry menegaskan, Kementan melalui Balitbangtan, tidak mengklaim temuan eucalyptus sebagai antivirus terhadap Covid-19. Kementan hanya melalukan uji coba kepada virus corona secara umum kepada model virus corona.

"Saya tidak mengklaim Covid-19 karena kita tidak menguji kepada Covid-19. Kita hanya menguji kepada corona model," kata Fadjry, Senin (6/7).

Fadjry menjelaskan, para peneliti Balitbangtan Kementan melakukan uji coba kepada gamma dan beta corona. Hasil penelitian menunjukkan bahwa temuan tersebut memiliki aktivitas antivirus. Yakni, bisa menetralisir atau membunuh virus corona.

"Covid-19 ini bagian dari beta corona. Temuan kita juga berpotensi membunuh influenza H5N1," kata Fadjry.

Sejauh ini, ia mengakui hasil temuan tersebut belum melalui tahap uji pra klinis maupun uji klinis. Karena itu, belum dapat diklaim sebagai antivirus corona meskipun secara penelitian laboratorium menunjukkan potensi besar.

Meski demikian, hasil temuan tersebut telah dipatenkan dan telah teregistrasi di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun, masih terdaftar sebagai produk jamu herbal.

Adapun untuk izin edar, kata Fadjry, BPOM telah mengeluarkan izinnya untuk produk dalam bentuk roll dan inhaler. Sementara produk kalung masih menunggu izin.

"Untuk roll on dan inhaler produk akan siap akhir Juli sementara kalung pada Agustus (masih menunggu izin edar). Perusahaan yang memproduksi PT Eagle Indopharma," kata Fajdry.

Penelitian eucalyptus sebagai antivirus corona dilakukan sejak Maret lalu ketika Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan pandemi Covid-19. Balibangtan Kementan melalui tiga balai pembatu teknisnya pun ikut melakukan penelitian.

Penelitian dan uji coba dilakukan lewat tiga balai di bawahnya, Balai Besar Penelitian Veteriner, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, serta Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. Riset bersama itu menguji temulawak, jahe, dan jambu biji. Namun, nyatanya tak bisa membunuh virus secara langsung.

Penelitian kemudian dilakukan terhadap minyak atsiri yang berasal dari tanaman eucalyptus. Minyak itu memiliki senyawa 1,8 cineole yang juga disebut eucalyptol. Senyawa itu diklaim memiliki aktivitas antivirus, anti inflamasi, serta anti mikroba. Formulasi itu pun disebut bisa membunuh avian influenza H5N1 hingga virus corona dengan efektivitas 80-100 persen.

Pada 8 Mei 2020, Menteri Pertanian lantas meluncurkan temuan tersebut dan meminta jajarannya untuk bisa mencari swasta sebagai perusahaan yang memproduksi. Sebab, Kementan hanya bisa sampai tahap penelitian dan pematenan temuan.

Fadjry pun menegaskan, tidak ada kepentingan khusus yang dilakukan dalam penelitian itu. Balitbangtan, kata dia, hanya menjalankan pesan dari Menteri Pertanian untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada untuk berperan membantu melawan Covid-19.

Meski secara resmi baru menjadi prototipe, ia menyampaikan, telah menguji cobakan kepada 16 pasien positif Covid-19. Kementan, kata dia, merekam testimoni para pasien tetapi tidak melakukan pengujian terhadap kondisi ksehatan.

Ia menjelaskan, testimoni yang diberikan di antaranya mendapatkan khasiat spesifik setelah menggunakan produk tersebut. Di antaranya melegakan pernafasan, serta menghilangkan pusing, mual, dan rasa nyeri. Selain itu juga membuat perasaan lebih nyaman dan tenang.

Pasien nomor VI, menyatakan, setelah rutin menghirup aroma roll on, saluran pernafasan menjadi lebih lega dan segar. "Kalaupun masih menjadi perdebatan, dianggap tidak ada manfaat antivirus, ya paling tidak bisa melegakan pernafasan dan mengurangi gejala Covid-19," klaim Fadjry. 

Konferensi Pers Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian, terkait prototipe antivirus corona berbasis eucalyptus di Bogor, Jawa Barat, Senin (6/7). - (Republika/Dedy Darmawan)

Belum terbukti

Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Prof Suwijiyo Pramono mengatakan, eucalyptus memang mengandung zat-zat aktif bermanfaat bagi tubuh. Ada minyak atsiri yang miliki senyawa 1,8 sineol bersifat antibakteri, antivirus dan ekspketoran pengencer dahak.

Pakar herbal ini mengungkapkan, memang pernah ada penelitian eucalyptus terhadap virus influenza dan virus corona, bukan virus corona SARS-Cov-2. Hasilnya, menunjukkan mampu untuk membunuh virus flu dan corona (yang lama).

"Virus corona SARS-CoV-2 ini kan baru, dalam uji Kementan kemarin menggunakan virus itu atau bukan? Misalpun sudah, kembali lagi kalau uji baru di tahap invitro, baru sebatas itu," kata Pramono lewat rilis yang diterima Republika, Senin (6/7).

Ia berpendapat, penggunaan kalung eucalyptus ini baru mampu membunuh virus yang berada di luar tubuh. Artinya, belum dengan Covid-19 yang sudah berada dalam tubuh karena dengan kalung zat aktif eucalyptus yang terhirup relatif kecil.

Untuk itu, walaupun bisa mematikan virus, tapi masih belum secara signifikan. Pakar yang merupakan pula tenaga ahli BPOM ini menekankan, untuk membuktikan kemampuan kalung masih harus dilakukan uji klinis.

Selama ini, lanjut Pramono, eucalyptus dipakai secara topikal atau inhalasi, tapi bukan untuk digunakan sebagai obat dalam. Pemakaian eucalyptus umumnya dioles atau dihirup seperti di produk minyak kayu putih, balsem, roll on dan lain-lain.

Menurut Pramono, eucalyptus belum bisa dianggap sebagai obat untuk anti virus corona penyebab Covid-19. Sebab, masih perlu pembuktian dengan proses panjang hingga pengujian klinis atau pada manusia. Selain itu, harus mengantongi izin BPOM.

"Kalau disebut sebagai obat antivirus Covid-19 belum bisa. Apalagi, kalau digunakan per oral (memasukkan obat melalui mulut) tidak direkomendasikan karena jika dosis penggunaan tidak tepat akan berbahaya," ujar Pramono.

Ia menjelaskan, batas aman penggunaan eucalyptus per oral berkisar antara 0,3-0,6 mililiter. Sedangkan, penggunaan berlebih akan menyebabkan iritasi dalam lambung dan meracuni susunan syaraf pusat yang bisa berakibat kematian.

Penggunaan eucalyptus bentuk kalung untuk alat kesehatan memang bisa saja berpotensi membantu penyembuhan pasien Covid-19. Sebab, zat aktif eucalyptus dapat dihirup dan membantu melegakan pernafasan pasien yang mengalami gejala sesak nafas.

Tetapi, Pramono mengingatkan, jika dalam bentuk kalung masih harus diuji secara klinis. Jika bentuk sediaannya minyak akan cukup dosis, sehingga saat dihirup minimal bisa melegakan nafas dan mengencerkan dahak.

"Dalam hal ini bisa membantu obat standar yang diberikan kepada pasien Covid-19 dalam proses penyembuhan, bukan sebagai obat utama Covid-19," kata Pramono.

Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo meminta agar Kementan fokus pada tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) terkait pendistribusian pangan, stabilitas harga pangan, dan menjami stok pangan. Terkait adanya inovasi kalung antivirus corona yang rencananya akan diproduksi massal oleh Kementan, Rahmad meminta agar Kementan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

"Intinya fokus pada tugas pokok dan fungsi dari Kementan terkait dengan pangan, peternakan dan lain-lain. Kalau soal Covid ayo sama-sama perang melawan Covid, seluruh pihak. Di bidang pertanian ayo lawan corona dengan  menyediakan pangan yang tersedia, stok tersedia, harga pangan yang tersdia, dan kesejahteraan petani juga tetap terjamin," kata Rahmad kepada Republika, Senin (6/7).

Rahmad menilai lucu jika Kementan ikut mengurusi pembuatan obat. Oleh karena itu, ia berharap agar Kementan bisa menyerahkan hal terkait pembuatan obat kepada stakeholder yang ada.

"Tapi kalau (Kementan) ternyata membuat obat, berhasil untuk pembuatannya, serahkan kepada stakeholder yang berkaitan dengan ini bukan kepada Kementan," ungkapnya.

Kendati demikian, politikus PDIP tersebut mengapresiasi upaya Kementan yang ikut memikirkan penyelesaian Covid-19. Menurutnya gotong royong sangat diperlukan di tengah situasi saat ini.

"Ayo bergotong royong tangani covid tapi sesuai dengan tupoksinya. Kalau Kementan ya bagaimana tupoksinya untuk tetep terjaga stok pangan  di masa pandemi,  harga pangan tetap terjaga, kemudian kesejahteraan dari sisi pertanian terjaga, itu menjadi salah satu kata kuncinya. Silakan berpikir tapi sesuai tupoksinya," ungkapnya.

Terapi plasma konvalesen, salah satu alternatif pengobatan pasien Covid-19 - (Republika)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler