KBUMN Berharap Tersangka Pembobol BNI Kembalikan Uang
Buronan pelaku pembobolan Bank BNI diekstradisi dari Serbia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian BUMN menyambut positif penyelesaian proses ekstradisi terhadap buronan pelaku pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumowa dari Serbia. Kementerian BUMN. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly dan timnya yang sudah berhasil melakukan ekstradisi dari Serbia ke Indonesia meski Serbia tidak memiliki hubungan ekstradisi dengan Indonesia, tapi berhasil dibawa ke Indonesia.
"Ini hal yang kita lihat, hal yang besar dilakukan oleh hal prestasi yang dilakukan oleh teman-teman dari Kementerian Hukum dan HAM," ujar Arya di Jakarta, Kamis (9/7).
Arya menyampaikan terima kasih kepada pada duta besar di Serbia yang telah membantu proses ini. Kementerian BUMN mendukung langkah tersebut dan berharap selama proses hukum di Indonesia bisa membawa dampak bahwa kerugian yang dialami BNI bisa dikembalikan tersangka.
"Hal itu yang kita harapkan dari ekstradisi yang dilakukan oleh teman-teman Kementerian Hukum dan HAM," ucap Arya.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly bersama delegasi Indonesia melakukan kunjungan ke Serbia sejak Sabtu (4/7) lalu.
Tak hanya kesepakatan untuk memperkuat kerja sama bilateral di berbagai sektor, sepulang dari Serbia, delegasi tersebut juga menyelesaikan proses ekstradisi terhadap buronan pelaku pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumowa dari negara tersebut.
Pembobol bank senilai Rp1,7 triliun itu diketahui telah buron sejak 2003 lalu. Delegasi Indonesia pimpinan Yasonna Laoly dijadwalkan tiba di Tanah Air bersama Maria Pauline Lumowa pada Kamis (9/7) pagi.
"Dengan gembira saya menyampaikan bahwa kami telah secara resmi menyelesaikan proses handing over atau penyerahan buronan atas nama Maria Pauline Lumowa dari pemerintah Serbia," kata Yasonna dalam keterangan pers kepada wartawan, Rabu (8/7) malam.
Yasonna mengungkapkan, keberhasilan menuntaskan proses ekstradisi ini tak lepas dari diplomasi hukum dan hubungan baik kedua negara. Selain itu, proses ekstradisi juga merupakan wujud komitmen pemerintah dalam upaya penegakan hukum yang berjalan panjang.
Yasonna mengakui, upaya pemulangan ini sempat mendapat gangguan, namun Pemerintah Serbia tegas pada komitmennya untuk mengekstradisi Maria Pauline Lumowa ke Indonesia. Diketahui, Indonesia dan Serbia belum saling terikat perjanjian ekstradisi.
Namun, sambung Yasonna, lewat pendekatan tingkat tinggi dengan para petinggi Pemerintah Serbia dan mengingat hubungan sangat baik antara kedua negara, permintaan ekstradisi Maria Pauline Lumowa dikabulkan. "Sempat ada upaya hukum dari Maria Paulina Lumowa untuk melepaskan diri dari proses ekstradisi, juga ada upaya dari salah satu negara Eropa untuk mencegah ekstradisi terwujud," terang Yasonna.
Di sisi lain, saya juga sampaikan terima kasih dan apresiasi tinggi kepada Duta Besar Indonesia untuk Serbia, Bapak M. Chandra W. Yudha, yang telah bekerja keras untuk mengatur dan memuluskan proses ekstradisi ini," tambah Yasonna.
Yasonna menambahkan, ekstradisi Maria Pauline Lumowa tak lepas pula dari asas resiprositas atau timbal balik. Sebelumnya, Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada 2015.
Diketahui, Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dollar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.