Mengenal Resesi dan Negara yang Pernah Mengalaminya

Salah satu efek resesi ialah menimbulkan pengangguran masif karena PHK.

EPA-EFE/WALLACE WOON
Situasi pandemi Covid-19 yang terjadi tahun ini diprediksi membawa banyak negara ke jurang resesi. Salah satu efek resesi ialah menimbulkan pengangguran masif karena PHK.
Rep: Rizky surya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Resesi menjadi suatu yang dikhawatirkan tiap negara karena berdampak besar pada hajat hidup penduduknya. Namun, apa itu resesi? Apa semua ahli ekonomi punya pengertian sama soal resesi?

Baca Juga


Dilansir dari Thoughtco, ada pepatah dalam ilmu ekonomi guna memahami resesi dan depresi. Maklum saja, dua istilah itu biasa muncul bersamaan. 

Resesi dapat dipahami ketika tetangga Anda yang kehilangan pekerjaan. Sedangkan, depresi ialah saat Anda yang kehilangan pekerjaan.

Jika disederhanakan, resesi ekonomi ialah kelesuan ekonomi. Lebih lengkapnya, resesi diartikan sebagai kondisi di mana produk domestik bruto (GDP) mengalami penurunan atau pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal secara berturut-turut atau lebih dari satu tahun.

Resesi mengakibatkan penurunan secara simultan pada setiap aktivitas ekonomi, seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. Resesi ekonomi menimbulkan efek domino pada masing-masing kegiatan ekonomi tersebut.

Salah satu efeknya akan menimbulkan pengangguran masif karena pemutusan hubungan kerja. Selanjutnya, daya beli masyarakat menurun yang berimbas pada turunnya keuntungan perusahaan.

Jika tak cepat ditangani, resesi bisa berlangsung dalam jangka waktu panjang sehingga menimbulkan depresi. Akibatnya, lebih fatal hingga pada kebangkrutan ekonomi. Ekonomi suatu negara akan berat dibangkitkan lagi ketika masuk tahap itu.

Dalam sejarah perekonomian dunia, banyak negara pernah melalui resesi. Krisis ekonomi yang menghantam negara-negara Uni Eropa pada 2008-2009 menyebabkan sekitar 17 negara memasuki masa resesi, contohnya Yunani, Prancis, Portugal, Republik Siprus, Spanyol, Irlandia, dan Italia.

Pada 2010, kelesuan ekonomi melanda Thailand. Negara Negeri Gajah Putih itu mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang negatif selama dua kuartal berturut-turut. Hal ini disebabkan produk domestik bruto negara tersebut yang terus merosot.

Tak hanya menghantam negara-negara berkembang, resesi ekonomi juga pernah dialami oleh Rusia yang dikenal sebagai negara super power tandingan Amerika Serikat sepanjang tahun 2015. Resesi di negara ini dipancing pencapaian produk domestik bruto yang rendah karena pasar modal dunia menolak perusahaan-perusahaan Rusia.

Situasi pandemi Covid-19 yang terjadi tahun ini diprediksi membawa banyak negara ke jurang resesi. Inggris, misalnya, mengalami pertumbuhan ekonomi amat kecil dari yang diharapkan. Badan Statistik Nasional Inggris menghitung GDP pada Mei lalu hanya tumbuh 1,8 persen dari perkiraan 5,5 persen.

Lalu, Singapura juga masuk dalam resesi pada kuartal terakhir karena perpanjangan lockdown. Pertumbuhan ekonomi di sana merosot 41,2 persen jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.

Sebelumnya, The Economist Intelligence Unit dalam publikasi pada 22 Mei 2020 memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global terkontraksi sebesar 4,2 persen. Angka ini lebih rendah dari proyeksi IMF sebesar 3 persen.

The Economist Intelligence Unit juga memproyeksikan 17 negara anggota G-20 mengalami resesi tahun ini. Sedangkan, ekonomi Indonesia diramalkan masih bisa tumbuh 1 persen.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler