China Peringatkan AS Cabut Sanksi Terkait Xinjiang
Beijing menegaskan urusan Xinjiang adalah urusan dalam negeri China.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China mendesak Amerika Serikat (AS) untuk segera menarik keputusannya menjatuhkan sanksi pada perusahaan produksi dan konstruksi sekaligus kelompok paramiliter pemerintah China, yakni Xinjiang Production and Construction Corps (XPCC) dan dua pejabat terkait, Senin (4/8) waktu setempat. China bersumpah untuk melawan dengan tegas jika pihak AS bertekad untuk bersikap seperti ini.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Cina Wang Wenbin membuat pernyataan tersebut sebagai tanggapan terhadap langkah AS Sabtu lalu. Ini juga ditujukan setelah Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Mike Pompeo mengkritik kebijakan China di Xinjiang.
"Tindakan AS adalah gangguan besar dalam urusan dalam negeri China dan pelanggaran berat terhadap norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional. China dengan tegas menentang dan mengutuknya dengan keras," kata Wang dalam jumpa pers harian dikutip laman Xinhua, Selasa (4/8).
Dia menegaskan, masalah yang terkait dengan Xinjiang tidak pernah tentang hak asasi manusia, etnis atau agama, tetapi tentang kontra-terorisme dan anti-separatisme. "Urusan Xinjiang adalah murni urusan dalam negeri China. AS tidak memiliki hak dan tidak ada alasan untuk ikut campur," tegasnya.
Menurut Wang, XPCC telah memberikan kontribusi penting untuk mempromosikan pembangunan, kesatuan etnis, stabilitas sosial dan keamanan perbatasan Xinjiang sehingga hidup harmonis dengan semua kelompok etnis sebagai teman yang ramah dan suportif. Tuduhan AS, kata Wang, tidak lain adalah hanya rumor belaka dan tidak adil.
XPCC dibentuk pada 1954. Awalnya XPCC terdiri dari tentara terdemobilisasi yang menghabiskan waktu dalam pelatihan militer sambil mengembangkan pertanian di tanah gersang di kawasan Xinjiang. Anggota sipil dari Cina timur kemudian bergabung dengan korps, yang sekarang beranggotakan 3,11 juta orang atau lebih dari 12 persen dari populasi Xinjiang. Saat ini hampir seluruh anggota XPCC terdiri dari China Han di wilayah yang merupakan rumah bagi orang-orang Muslim Uighur.
"Pemerintah Cina tegas dalam menegakkan kedaulatan, keamanan dan kepentingan pembangunannya, dalam memerangi teroris yang kejam, separatis dan kekuatan ekstremis agama, dan dalam menentang campur tangan asing dalam urusan Xinjiang dan urusan internal Cina lainnya," kata Wang.
Saat mengomentari tuduhan Pompeo baru-baru ini tentang apa yang disebut "pengawasan" terhadap etnis minoritas di Xinjiang, Wang mengatakan tuduhan itu tidak memiliki dasar faktual sama sekali. "Ini adalah praktik internasional yang umum untuk menggunakan produk ilmiah dan teknologi modern dan data besar untuk meningkatkan tata kelola sosial, dan AS tidak terkecuali," kata Wang.
Menyoal pemasangan kamera di tempat-tempat umum, Wang mengatakan hal itu sesuai dengan hukum di Xinjiang tidak menargetkan etnis tertentu dan bertujuan untuk meningkatkan tata kelola sosial serta mencegah dan memerangi kejahatan. Langkah ini telah didukung secara luas oleh orang-orang dari semua kelompok etnis karena membuat masyarakat lebih aman.
"Berbicara tentang pengawasan, AS telah lama dikritik karena pengawasan besar-besaran menggunakan teknologi tinggi," kata Wang.
Wang membeberkan penelitian menurut sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Universitas Georgetown yang mengatakan bahwa setengah dari orang dewasa Amerika atau lebih dari 117 juta orang, terdaftar dalam jaringan pengenalan wajah penegakan hukum.
Selain itu, agen-agen AS yang relevan telah lama melakukan pencurian siber yang besar, terorganisir dan tidak pandang bulu. Mereka melakukan pengawasan dan serangan terhadap pemerintah asing, perusahaan dan individu yang melanggar hukum internasional dan norma-norma dasar hubungan internasional. "Ini fakta yang sudah diketahui semua orang," ujarnya.
Wang menilai, Pompeo dan ucapan seenaknya tidak lebih baik dari fitnah jahat. "Upaya seperti itu untuk menyabot kemakmuran dan stabilitas di Xinjiang dan mencari dalih untuk ikut campur dalam urusan dalam negeri Cina pasti akan gagal," ujarnya menutup.