Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal II Minus 5,32 Persen
Pandemi Covid-19 menciptakan efek domino dari masalah kesehatan ke masalah ekonomi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan laju pertumbuhan ekonomi nasional secara tahunan atau year on year (yoy) mengalami kontraksi mencapai minus 5,32 persen. Laju pertumbuhan dari segi lapangan usaha maupun konsumsi sama-sama mengalami kontraksi.
"Pandemi Covid-19 membawa dampak luar biasa buruk. Menciptakan efek domino dari masalah kesehatan menjadi masalah sosial dan ekonomi. Menghantam seluruh lapisan masyarakat, mulai rumah tangga, UMKM, hingga korporasi," kata Suhariyanto dalam konferensi pers, Rabu (5/8).
Ia mengatakan, secara yoy, struktur pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha minus 5,32 persen. Dari sebanyak 17 sektor lapangan usaha, 10 sektor mengalami kontraksi. Kontraksi terbesar dialami oleh sektor transportasi dan pergudangan hingga minus 30,84 persen. Hal itu terjadi karena adanya pembatasan sosial dan sisem kerja dari rumah yang membuat transportasi jadi lesu.
Kemudian diikuti akomodasi dan makanan minuman minus hingga 22,02 persen. Suhariyanto mengatakan, sektor ini lesu akibat makan di rumah lebih populer ketimbang makan di restoran atau di luar rumah karena khawatir wabah virus corona. Adapun kontraksi terbesar ketiga dialami oleh sektor jasa perusahaan.
Lebih lanjut, dari sisi pengeluaran turut mengalami kontraksi hingga minus 4,19 persen. Konsumsi rumah tangga yang selama ini berperan besar dalam laju pertumbuhan ekonomi terkontraksi hingga minus 5,51 persen.
"Penjualan eceran mengalami kontraksi pada seluruh kelompok penjualan, antara lain makanan, minuman, tembakau, kemudian sandang, perlengkapan rumah tangga, bahan bakar kendaraan, barang budaya dan rekreasi, serta barang-barang lainnya," kata Suhariyanto.
Fenomenda lain yang mencerminkan lesunya konsumsi rumah tangga antara lain penjualan wholesale mobil penumpang dan sepeda motor yang anjlok. Masing-masing turun 89,44 persen dan 79,70 persen pada kuartal II 2020. Selain itu, jumlah penumpang angkutan rel, laut, dan udara juga terkontraksi.
Adapun konsumsi pemerintah juga mengalami kontraksi sebesar 6,9 persen. Suhariyanto mengatakan, itu terlihat dari adanya penurunan realisasi belanja barang dan jasa serta belanja pegawai pada kuartal II 2020.
Dari sisi investasi, angka pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang dirilis BPS juga minus 8,61 persen. Ekspor dan impor barang dan jasa juga mengalami hal yang sama, yakni masing-masing terkontraksi 11,66 persen dan 16,96 persen.
Suhariyanto mengatakan, diharapkan kontraksi yang terjadi pada kuartal kedua tahun ini tidak terulang di kuartal ketiga. Pihaknya optimistis, angka pertumbuhan ekonomi dapat lebih baik lantaran mulai kuartal ketiga, berbagai sektor-sektor ekonomi mulai dibuka sehingga menunjukkan adanya peningkatan aktivitas masyarakat.