Komisi Ekonomi MUI: Perkuat Sisi Komparatif Pangan Lokal

Pemerintah diimbau MUI memperkuat pangan lokal.

ANTARA /Dedhez Anggara
Komisi Ekonomi MUI: Perkuat Sisi Komparatif Pangan Lokal. Foto ilustrasi: Seorang warga memanen tanaman seledri dan pakcoy di halaman rumahnya di desa Pabean Udik, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (4/8/2020). Kegiatan berkebun sendiri tersebut sebagai solusi bagi warga dalam upaya menjaga ketahanan pangan di tengah pandemi COVID-19 dan juga mengurangi aktivitas berbelanja di pasar yang menjadi tempat orang berkumpul.
Rep: Dea Alvi Soraya Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Komisi Ekonomi Majelis Ulama Indonesia (MUI), Azrul Tanjung mengatakan, dibandingkan menghabiskan anggaran untuk melaksanakan program bantuan instan atau subsidi, pemerintah lebih baik menguatkan sektor-sektor pangan sebagai upaya memulihkan kondisi perekonomian.

"Program pemerintah semuanya bermuara kepada pemenuhan kebutuhan dasar, apalagi program subsidi, itukan semata-mata memudahkan pemenuhan kebutuhan dasar. Menurut saya, kita perlu menggali atau memperkuat potensi mendasar Indonesia, yaitu pertanian, yang tidak banyak dimiliki oleh negara-negara lain," ujar Azrul kepada Republika, Kamis (6/8). 

"Maka yang perlu diperkuat adalah hal-hal yang bersifat komparatif atau segala potensi Indonesia yang tidak dimiliki negara lain," tambahnya. 

Sebagai negara agraris, pemerintah perlu mengarahkan masyarakat untuk lebih mencintai produk dalam negeri, dan mencari alternatif bahan pangan lokal untuk mengurangi masuknya produk impor. Untuk mewujudkannya, kata Azrul, pemanfaatan dan penguatan potensi pangan sangat perlu dilakukan.

"Pemanfaatan potensi pangan seperti Kopi dan Cokelat perlu dilakukan, karena Indonesia menjadi salah satu negara produsen kopi dan coklat terbesar di dunia dan ini perlu diperkuat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

"Saya kira pemerintah perlu mengambil inisiatif untuk memanfaatkan dan memaksimalkan potensi ini menjadi komoditi-komoditi global," sambungnya.

Dua sektor tersebut, pertanian dan perkebunan, menurut Azrul harus diperkuat dan dikelola secara masif. Langkah awal yang perlu dilakukan pemerintah, kata dia, adalah memberdayakan petani dan menekan arus impor, justru sebaliknya meningkatkan arus ekspor.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui pertumbuhan negatif pada kuartal II lebih besar dari proyeksi semula yakni 5,1 persen. Komponen yang turun tajam termasuk diantaranya sektor perdagangan, pariwisata, dan transportasi yang terjadi karena pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilakukan secara masif.

Selain itu, industri manufaktur masih dalam variasi dimana industri makanan dan farmasi mengalami kenaikan dan beberapa mengalami penurunan. Segmen tekstil, furniture, dan alas kaki mengalami penurunan seiring dengan menurunnya mobilitas masyarakat.

"Kita lihat variasi sektor dan industri yang tumbuh berbeda," katanya.

Pemerintah akan mencoba mendorong dari kedua sisi pasokan dan permintaan. Dari sisi permintaan, pemerintah mendorong konsumsi melalui bantuan sosial dan lain-lain. Dari sisi investasi pemerintah terus memulihkan sektor penarik dan meningkatkan persiapan untuk menerima kembali investasi.

Selain itu, pemerintah akan memacu belanja pemerintah, belanja APBN dengan mendorong penyerapan anggaran. Sejumlah penguatan langkah harapkan membawa pertumbuhan ekonomi pada kuartal III dan kuartal IV bisa kembali baik.

"Di kuartal III kita harap masih bisa nol persen, dan kuartal IV kita bisa meningkatkan kembali mendekati tiga persen, kalau terjadi maka pertumbuhan ekonomi 2020 diharapkan akan tetap di zona positif nol sampai satu persen," katanya.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler