Proses Penemuan Obat Covid Melalui Proses Panjang

Proses menemukan obat juga diawali dengan penelitian yang memiliki berbagai tahapan.

republika
Pencarian vaksin Covid-19
Rep: Inas Widyanuratikah Red: Andi Nur Aminah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN Prof Ali Gufron Mukti menjelaskan bahwa dalam proses penemuan obat membutuhkan proses panjang. Apalagi untuk penanganan Covid-19, membutuhkan proses yang tidak sebentar dan terdapat beragam prosedur yang harus dilaksanakan.

Baca Juga


"Menemukan sebuah obat diperlukan proses yang sangat panjang karena menyangkut keamanan hidup masyarakat. Obat yang salah akan bisa menjadi racun dan berbahaya," kata Ali, dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Kamis (6/8).

Proses menemukan obat juga diawali dengan penelitian yang memiliki berbagai tahapan agar aman untuk diimplikasikan kepada masyarakat. Ali juga mengungkapkan, proses pertama dalam melakukan suatu penelitian adalah presentasi kepada kolega agar hasil penelitian bisa didiskusikan bersama mengenai kelayakannya.

"Oleh karena itu, biasanya orang melakukan penelitian sebelumnya membuat proposal terlebih dahulu. Selanjutnya proposal tersebut harus lulus dalam uji etika kelayakan yang diuji oleh Komite Etik. Jadi tidak bisa langsung mengklaim menemukan obat. Harus ada prosedur yang dijalankan," kata dia.

Selanjutnya, Ali menginformasikan bahwa pemerintah terbuka dan mengapresiasi kepada siapa saja yang ingin ikut berpartisipasi dalam penemuan obat Covid-19 di Indonesia. Pemerintah akan memfasilitasi serta mendukung segala penelitian dalam penemuan obat Covid-19 asal sesuai dengan koridor dan etika yang ada.

Selain itu, usaha memutus penyebaran Covid-19 juga dilakukan dengan berbagai inovasi yang telah banyak tercipta. Menurut keterangan dari Ali, peneliti dan dosen di Indonesia telah menghasilkan lebih dari 60 inovasi.

"Berbagai inovasi selama empat bulan terakhir telah dihasilkan. Seperti robot perawat, rapid test kit dan lain sebagainya. Bahkan PCR yang biasanya kita impor, sekarang tidak. Peneliti Indonesia telah membuatnya. Ada juga mobile laboratory dimana laboratorium bisa menghampiri masyarakat. Itu juga inovasi yang dibuat oleh anak bangsa. Terakhir adalah ventilator canggih yang dibuat oleh UGM, yang kalau kita impor itu bisa miliaran tapi ini hanya Rp 450 juta," kata dia lagi.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler