Selandia Baru Catat 100 Hari Tanpa Kasus Lokal Covid-19

Warga Selandia Baru tetap diminta waspada Covid-19

AP / Mark Baker
Peselancar angin berlomba di sepanjang garis pantai di New Brighton Beach di Christchurch, Selandia Baru, Selasa (9/6). Warga Selandia Baru menikmati hari pertama mereka pada status level 1 setelah Perdana Menteri Jacinda Ardern mengumumkan pada Senin (8/6) bahwa Kabinet telah sepakat untuk mencabut hampir semua pembatasan akibat Covid-19.
Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Selandia Baru pada Ahad (9/8) menandai 100 hari tanpa penularan lokal Covid-19. Tetapi, Selandia Baru memperingatkan agar masyarakat tidak berpuas diri karena negara-negara seperti Vietnam dan Australia, yang pernah sudah mengendalikan virus, sekarang memerangi kebangkitan infeksi.

Baca Juga


"Mencapai 100 hari tanpa penularan komunitas adalah tonggak penting, namun, seperti yang kita semua tahu, kita tidak bisa berpuas diri," kata Direktur Jenderal Kesehatan Dr Ashley Bloomfield.

Perjuangan sukses Selandia Baru melawan Covid-19 telah menjadikan negara kepulauan Pasifik berpenduduk lima juta jiwa itu salah satu tempat teraman di dunia saat ini. Warga Selandia Baru telah kembali ke kehidupan normal, tetapi pihak berwenang khawatir bahwa orang-orang sekarang menolak pengujian, tidak menggunakan aplikasi pelacakan kontak pemerintah, dan bahkan mengabaikan aturan kebersihan dasar.

"Kita telah melihat di luar negeri betapa cepatnya virus dapat muncul kembali dan menyebar di tempat-tempat di mana sebelumnya terkendali, dan kita perlu bersiap untuk segera membasmi setiap kasus pada masa depan di Selandia Baru," kata Bloomfield.

Selandia Baru memiliki 23 kasus aktif di fasilitas isolasi terkelola, dan sejauh ini mencatat jumlah total 1.219 kasus Covid-19. Vietnam, yang selama tiga bulan tidak mendeteksi penularan domestik, sekarang berpacu untuk mengendalikan wabah baru di Da Nang.

Kota tetangga terbesar kedua di Australia, Melbourne, telah diisolasi selama enam minggu karena lonjakan kasus. Gelombang kedua kasus di Melbourne itu sebagian besar disebabkan oleh penyimpangan dalam karantina.

"Untuk negara-negara seperti Australia dan Selandia Baru, sumber wabah tersebut kemungkinan besar berasal dari fasilitas isolasi dan karantina yang dikelola karena banyaknya orang yang ditahan di sana dan banyaknya giliran staf yang terlibat dalam merawat mereka," kata profesor Kesehatan Masyarakat di Universitas Otago, Michael Baker.

Ada kasus beberapa warga Selandia Baru yang kembali dari perjalanan namun menyelinap keluar dari karantina, juga kasus terkait kesalahan keamanan lainnya. Selandia Baru minggu lalu meningkatkan pengujian di fasilitas dan klinik karantina, dan mulai membuat teknologi untuk melacak orang dengan menggunakan teknologi Bluetooth.

Perdana Menteri Jacinda Ardern memulai kampanye pemilihan ulangnya pada Sabtu (8/8) dengan menyebutnya sebagai "pemilu Covid".

Namun, kebangkitan kasus karena "kelelahan Covid" bisa memicu reaksi terhadapnya, dan memberikan oposisi kesempatan untuk kembali ke kontes pemilihan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler