Resesi, Apa Sih Itu?
Resesi menjadi kata yang paling tidak disukai dalam ilmu ekonomi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 yang juga belum berakhir hingga saat ini membuat beberapa negara menyatakan masuk ke dalam masa resesi, seperti Singapura dan Filipina. Indonesia bahkan saat ini juga disebut-sebut tengah menghadapi ancaman resesi karena kondisi ekonomi yang terkontraksi akibat pandemi.
Dilansir dari Business Insider, diungkapkan dalam ilmu ekonomi, kata resesi menjadi istilah yang paling tidak disukai oleh siapapun. Sebab jika hal tersebut terjadi maka negara yang mengalami resesi akan dibayangi peningkatan pengangguran, krisis keuangan, hingga ketidakpastian fiskal yang cukup besar.
Resesi diartikan sebagai penurunan ekonomi yang signifikan dan berlangsung lebih dari beberapa kuartal. Lebih khusus lagi, menurut ekonomi Julius Shiskin pada 1974, istilah resesi biasanya didefinisikan sebagai periode ketika produk domestik bruto (PDB) menurun selama dua kuartal berturut-turut.
Hanya saja, pada kenyataannya, banyak indikator yang menentukan apakah suatu negara tengah mengalami resesi. National Bureau of Economic Research (NBER) memaparkan, dalam menentukan resesi, terdapat rangkaian indikator ekonomi yang lebih luas.
Rangkaian indikator tersebut mencakup tingkat pekerjaan, pendapatan domestik bruto (GDI), penjualan eceran grosir, dan produksi industri. Jika resesi terjadi kama klaim pengangguran akan naik, kebiasaan belanja berubah, penjualan melambat, dan peluang ekonomi berkurang.
Jadi dalam praktiknya, resesi tidak hanya ditandai oleh penurunan PDB riil. Hal tersebut juga dipengaruhi dari penurunan pendapatan pribadi riil, penurunan penjualan dan produksi manufaktur, hingga kenaikan tingkat pengangguran.