Masjid Biru dan Benteng Alishah Kian Menarik dengan Cahaya
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kepala pariwisata provinsi Azarbaijan Timur, Iran, mengatakan pencahayaan eksterior di Masjid Biru dan Benteng Alishah di kota barat laut Tabriz telah rampung. Proyek pencahayaan itu menjadikan masjid tersebut kian bersinar.
Dengan anggaran 4 miliar riyal (sekitar 95 ribu dolar AS), proyek pencahayaan di monumen bersejarah tersebut dilakukan dalam koordinasi dengan tekstur dan warna bahan bangunan. Kepala pariwisata provinsi, Ahmad Hamzezadeh, mengatakan pencahayaan eksterior pada bangunan bersejarah tersebut dapat mencerminkan keindahan dan kemegahan bangunan yang lebih baik.
Dilansir di Tehran Times, Rabu (12/8), Masjid Biru yang dikenal sebagai Masjed-e Kabud dalam bahasa Farsi, sejak lama dikenal karena kemegahan karya keramik biru dan kaligrafinya yang rumit yang menjadi julukannya. Ornamen tersebut membutuhkan sentuhan seniman sekitar seperempat abad untuk menutupi setiap permukaan.
Pembangunan masjid rampung pada 1465. Masjid Biru dikenal karena kesederhanaannya, temboknya, dan ukurannya yang juga besar. Dalam sejarahnya, masjid ini pernah selamat dari gempa dahsyat yang melanda kota itu pada 1727.
Namun, banyak bagiannya yang ambruk karena gempa yang melanda kemudian pada abad yang sama. Banyak bagian dari struktur bangunan tersebut dibangun kembali pada 1973.
Di bagian selatan masjid terdapat mausoleum yang dihormati sepanjang masa, yang merupakan sumber kemegahan. Mausoleum itu seluruhnya ditutupi dengan lempengan marmer besar di mana ayat-ayat Alquran telah diukir dengan latar belakang arab yang bagus.
Sementara Arg Alishah atau Benteng Alishah, juga dikenal sebagai Arg of Tabriz, adalah salah satu tembok kota bersejarah tertinggi dan tertua di Iran. Namun, sebagian besar dari benteng itu telah dihancurkan baik oleh sebab-sebab alami seperti gempa bumi atau beberapa perang yang disaksikan selama 700 tahun masa hidupnya.
Konstruksi aslinya dibuat antara 1318 dan 1339, selama era Ilkhanid. Selama pembangunan itu, kubah barel utama runtuh dan pembangunan dihentikan sesudahnya. Berabad-abad kemudian, antara meletusnya Perang Rusia-Persia (1804-1813) dan Perang Rusia-Persia (1826-1828), bangunan benteng tersebut direkonstruksi sebagai kompleks militer.
Benteng, yang merupakan gambaran besar dari arsitektur Iran, ini ditorehkan dalam daftar Warisan Nasional pada 1931. Ibu kota provinsi Azarbaijan Timur, Tabriz, sendiri merupakan ibukota bersejarah dan budaya selama ribuan tahun. Kota ini memiliki sejumlah situs sejarah dan religius, termasuk Masjid Jameh Tabriz dan Kompleks Bazaar Bersejarah Tabriz yang terdaftar di UNESCO.
Kota kuno ini dinyatakan sebagai kota kerajinan tenun karpet dunia oleh World Craft pada 2016. Kota ini juga menyandang predikat sebagai Ibu Kota Wisata Islam 2018.
Mahmud Ghazan, yang merupakan penguasa ketujuh dari Kekaisaran Mongol Ilkhanate, menjadikan Tabriz ibukotanya pada akhir abad ke-13. Pada 1392, kota ini diambil alih oleh seorang penakluk Turki bernama Timur (Tamerlane), dan beberapa dekade kemudian Kara Koyunlu Turkmen (penguasa dari bangsa Turkoman) memilihnya sebagai ibu kota mereka.
Tabriz mempertahankan status administratifnya di bawah Dinasti Safawi hingga 1548, ketika Shah Tahmasb I yang menikmati masa pemerintahan terlama dari setiap anggota dinasti, memindahkan ibu kota baratnya ke Qazvin. Selama dua abad berikutnya, Tabriz berpindah tangan beberapa kali antara Iran dan Kekaisaran Ottoman.