Bekas Masjid Desa Xinjiang China Dibangun Toilet Umum
Lokasi bekas Masjid Tokul Desa Suntagh Atush China dibangun toilet umum
REPUBLIKA.CO.ID, URUMAI – Seorang pejabat setempat di Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang (XUAR) barat laut China, menyebut di bekas bangunan masjid yang telah dihancurkan di kota Atush (di China, Atushi), telah dibangun sebuah toilet umum.
Oleh beberapa pengamat, hal ini dinilai sebagai bagian dari kampanye dengan tujuan menghancurkan semangat Muslim Uighur yang ada di sana.
Dilansir di Radio Free Asia, Sabtu (15/8), Laporan pembangunan kamar kecil di bekas situs Masjid Tokul, Desa Suntagh Atush ini, datang beberapa hari setelah Layanan Uyghur RFA mengetahui pihak berwenang merobohkan dua dari tiga masjid di sana.
Tindakan ini dilakukan guna melaksanakan arahan menghancurkan tempat ibadah Muslim secara massal yang diluncurkan pada akhir 2016, dikenal sebagai "Perbaikan Masjid".
Upaya ini merupakan bagian dari serangkaian kebijakan garis keras di bawah pemimpin tertinggi Xi Jinping. Sebelumnya, mereka melakukan penahanan massal sebanyak 1,8 juta orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya di jaringan luas kamp interniran XUAR, yang dimulai pada April 2017.
RFA juga baru-baru ini melakukan wawancara telepon dengan Ketua Komite Lingkungan Uyghur dari desa Suntagh di Atush. Kota setingkat kabupaten ini berpenduduk sekitar 270 ribu orang di bawah administrasi prefektur Kashgar, wilayah penghasil kapas dan anggur di barat daya XUAR.
Dalam wawancara tersebut, ketua komite meminta agar namanya dibuat anonim dengan alasan keamanan. Ia juga menyebut toilet telah dibangun sebagai ganti bangunan lama oleh rekan-rekan Han (China). "Ini toilet umum ... mereka belum membukanya, tapi sudah dibangun," katanya.
Saat ditanya apakah memang ada kebutuhan WC umum di masyarakat sekitar, ia menyebut warga punya WC di rumah masing-masing. Sehingga tidak ada masalah terkait keberadaan toilet.
Ketua komite juga mengatakan, Suntagh terletak sekitar tiga kilometer di luar pusat Atush. Area itu hanya sedikit bahkan tidak ada sama sekali wisatawan yang sekiranya memerlukan akses ke kamar kecil.
Dia mengakui, pembangunan toilet tersebut kemungkinan besar untuk menutupi reruntuhan masjid Tokul yang hancur. Selain itu untuk keperluan pemeriksaan kelompok atau kader yang berkunjung ke daerah tersebut.
Kepala desa mengatakan tidak jelas berapa banyak orang yang bisa ditampung oleh kamar kecil itu. “Itu masih tutup, jadi aku bahkan belum masuk,” katanya.
Warga Suntagh lainnya, yang juga menolak disebutkan namanya, mengatakan salah satu dari dua masjid yang baru-baru ini diketahui dirobohkan sekitar musim gugur 2019, Masjid Azna, telah diganti dengan "toko serba ada". Toko ini menjual alkohol dan rokok yang penggunaannya tidak disukai dalam Islam.
Sebelumnya, seorang petugas keamanan publik di Suntagh membenarkan jika Masjid Azna dan Masjid Bastaggam telah dihancurkan. Sementara masjid yang berdiri sendiri, Masjid Teres, adalah yang terkecil dan dalam kondisi paling buruk dari ketiganya.
Dinasti Tang Tiongkok pertama kali mengenal Islam pada abad ketujuh. Masa ini lebih dari 1.000 tahun sebelum Dinasti Qing menetap di tempat yang sekarang disebut Xinjiang.
China sekarang menjadi rumah bagi lebih dari 22 juta Muslim, termasuk sekitar 11 juta orang Uyghur. Masjid dan situs keagamaan lainnya di Xinjiang rusak parah selama pergolakan politik pada Revolusi Kebudayaan 1966-1976 China.
Melalui penyelidikan awal terhadap kampanye Perbaikan Masjid, RFA menemukan pihak berwenang telah menghancurkan sekitar 70 persen masjid di seluruh XUAR.
Pada saat itu, pihak berwenang menyebut "keamanan sosial" sebagai alasan kampanye tersebut. Tampaknya hal itu berlanjut hingga tahun-tahun setelah 2016 dan terjadi intensifikasi penindasan komprehensif pihak berwenang terhadap Uighur.
Dalam satu laporan di tahun 2016, seorang pejabat lokal di daerah Lop (Luopu) prefektur Hotan (Hetian) melaporkan, pihak berwenang berencana menggunakan situs bekas masjid untuk membuka "pusat kegiatan" yang berfungsi sebagai tempat hiburan.
Pejabat lain di kotapraja Ilchi kota Hotan mengatakan, bekas situs masjid di sana dijadwalkan untuk diubah menjadi pabrik. Nantinya pabrik akan memproduksi pakaian dalam untuk perusahaan yang berbasis di Sichuan.
Selain masjid, pihak berwenang Tiongkok secara sistematis telah menghancurkan kuburan Muslim dan bangunan serta situs keagamaan lainnya di seluruh XUAR sejak 2016.
Investigasi yang dilakukan Agence France-Presse mengungkapkan, setidaknya 45 kuburan di XUAR telah dihancurkan dari 2014 hingga Oktober lalu, dan 30 kuburan diratakan sejak 2017. Situs tersebut diubah menjadi taman, tempat parkir, atau tetap menjadi lahan kosong.
Tahun lalu, Proyek Hak Asasi Manusia Uyghur (UHRP) yang berbasis di Washington, menerbitkan sebuah laporan yang merinci kampanye ini. Laporan tersebut diberi judul "Menghancurkan Iman: Penghancuran dan Penodaan Masjid dan Kuil Uyghur".
Laporan ini menggunakan geolokasi dan teknik lain untuk menunjukkan di mana saja antara 10 ribu hingga 15 ribu masjid, tempat suci, dan situs keagamaan lainnya di wilayah tersebut yang dihancurkan antara 2016 dan 2019.
Seorang sejarawan Uyghur, Qahar Barat, baru-baru ini mengatakan penodaan rumah ibadah oleh pihak berwenang di XUAR merupakan semacam usaha untuk memecah semangat umat Muslim.
Dia mendesak pemerintah dan organisasi di dunia Muslim untuk mengambil tindakan terhadap China atas penodaan tersebut. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai deklarasi perang terhadap Islam.
Sumber: https://www.rfa.org/english/news/uyghur/toilet-08132020142800.html