Singapore Airlines Habiskan Setengah Dana Jual Saham
Dana dari penjualan saham tersebut dihabiskan dalam waktu dua bulan.
REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA – Singapore Airlines saat ini sudah menghabiskan setengah dari total dana yang dikumpulkan melalui penjualan saham sebesar 8,8 miliar dolar Singapura atau 6,4 miliar dolar AS. Sebanyak 4,4 miliar dolar singapura dihabiskan dalam waktu dua bulan sejak pertengahan Juni 2020.
Dikutip dari Bloomberg, Kamis (20/8) maskapai tersebut harus mengeluarkan banyak biaya meski, bahkan ketika pesawat dilarang terbang. Singapore Airlines menghabiskan sebanyak 1,1 miliar dolar singapura untuk biaya operasional, perdagangan lindung nilai bahan bakar yang jatuh tempo, dan pengembalian uang tiket dari penerbangan yang dibatalkan karena pandemi Covid-19.
Selain itu, sekitar 900 juta dolar singapura juga digunakan untuk membayar utang. Selanjutnya, sebanyak 200 juta dolar singapura juga digunakan untuk membeli pesawat.
Maskapai tersebut juga menggunakan dana tersebut untuk membayar kembali fasilitas pinjaman sekitar 2 miliar dolar singapura. Uang tersebut sebelumnya diambil untuk menutupi biaya dari Maret 2020 hingga pengumpulan dana selesai.
Hanya saja, pendapatan selama dua bulan hingga 14 Agustus 2020 hampir setara dengan kerugian bersih gabungan yang dibuat oleh Singapore Airlines, Cathay Pacific Airways, dan Qantas Airways pada semester pertama 2020. Untuk menekan biaya, maskapai Singapura tersebut juga sudah memotong gaji dan memberlakukan cuti yang tidak dibayar pada karyawannya karena beroperasi dengan kapasitas kurang dari 10 persen.
Singapore Airlines membukukan kerugian pada semester pertama 2020 1,85 miliar dolar singapura karena turunnya jumlah penumpang. Cathay Pacific juga rugi 9,9 miliar dolar Hong Kong 1,3 miliar dolar AS, Qantas Airways juga mengalami kerugian sebesar 1,4 miliar dolar AS.
Sebelumnya, Singapore Airlines mengumpulkan dana pada bulan Juni setelah terdampak pandemi Covid-19. Kondisi tersebut mengakibatkan pembatasan mobilisasi dan pada akhirnya penumpang turun signifikan.
Sementara itu, International Air Transport Association (IATA) memprediksi industri penerbangan tidak mungkin pulih sepenuhnya sebelum 2024.