Diskusi Lempar Jumrah di Pengujung Ajal Sang Ulama
Ulama Abu Yusuf rela diskusi agama di pengujung ajalnya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Qadhi Abu Yusuf adalah salah satu murid Abu Hanifah, yang merupakan pembesar ulama Mazhab Hanafi sekaligus penyebar mazhab tersebut.
Beliau adalah orang yang pertama dijuluki qadi al-qudat (hakimnya para hakim) dan menjabat sebagai qadi pada masa pemerintahan Al-Hadi, Al-Mahdi, dan Ar-Rosyid, tiga sultan Dinasti Abbasiyah.
"Beliau dikenal sebagai orang yang sangat menghargai waktu dan tidak menyia-nyiakan waktu untuk belajar," kata Khaeron Sirin dalam bukunya "Ketawa Sehat Bareng Para Ahli Fiqih.
Bahkan kata, Khaeron, di akhir hayatnya, saat beliau sakit beliau masih sempat berdiskusi tentang masalah agama dengan orang yang menjenguknya, sebagaimana dikisahkan murid beliau, qadhi Ibrahim bin al-Jarrah Al-Kufi, Al-Mishriy, qadhi Ibrahim bercerita:
"Saat Abu Yusuf sedang sakit aku menjenguknya, saat aku sampai ternyata beliau sedang tak sadarkan diri, ketika beliau sudah sadar, beliau berkata kepadaku: "Hai Ibrahim bagaimana pendapatmu tentang masalah ini?"
Aku berkata: "Anda bertanya, padahal kondisi Anda seperti ini"?
"Tidak apa-apa, siapa tahu dari hasil diskusi kita bisa membantu orang yang punya masalah seperti ini," kata Imam Abu Yusuf.
Imam Abu Yusuf berkata lagi: "Hai Ibrahim, mana yang lebih utama, melempar jumroh (dalam manasik haji) dengan berjalan atau menunggang binatang?”
Aku menjawab "Dengan berjalan."
"Salah," kata beliau.
Aku jawab. "Dengan menunggang."
"Salah," kata beliau aku bertanya:
"Lalu bagaimana yang benar? Semoga Allah meridhai Anda?
Beliau berkata: "Jika orang tersebut ingin berhenti dan berdoa maka lebih afdal ia berjalan, namun, apabila ia tidak berhenti untuk berdoa maka lebih baik ya naik tunggangan."
Setelah itu, aku beranjak dari tempat beliau dirawat, saat aku berjalan dan belum sampai pintu rumah, aku mendengar suara jeritan. Lalu aku bergegas mendatanginya, dan ternyata beliau sudah meninggal dunia, semoga Allah merahmati beliau. Khaeron mengatakan, kisah ini bersumber dari kitab Qimat az-Zaman Indal Ulama hal 28 sampai 29.