FDA Izinkan Terapi Plasma Rawat Pasien Covid-19

Terapi plasma untuk merawat pasien covid-19 masih pro kontra.

Republika
Terapi plasma konvalesen, salah satu alternatif pengobatan pasien Covid-19
Rep: Dwina Agustin Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) telah memberikan izin darurat untuk penggunaan plasma guna merawat pasien virus corona. Persetujuan ini terjadi setelah Presiden Donald Trump dan Gedung Putih menuduh badan tersebut menghalangi perilisan vaksin.

"Tampaknya produk tersebut aman dan kami merasa nyaman dengan itu dan kami terus tidak melihat adanya sinyal keselamatan," kata direktur Pusat Evaluasi dan Penelitian Biologi FDA, Peter Marks, dikutip dari BBC.

Teknik ini menggunakan plasma darah yang kaya antibodi dari orang-orang yang sembuh dari Covid-19 dan telah digunakan pada lebih dari 70 ribu orang di AS. FDA telah menyetujui penggunaan transfusi plasma pada pasien virus corona dalam kondisi tertentu, seperti mereka yang sakit parah atau ikut serta dalam uji klinis.

Trump mengatakan pengobatan tersebut dapat mengurangi kematian hingga 35 persen.  Dia menggambarkan prosedur tersebut sebagai terapi yang ampuh dan meminta warga AS untuk maju menyumbangkan plasma jika mereka telah pulih dari Covid-19.   

Baca Juga


"Inilah yang sudah lama saya nantikan untuk dilakukan. Saya senang membuat pengumuman yang benar-benar bersejarah dalam pertempuran kita melawan virus China yang akan menyelamatkan banyak nyawa," ujar Trump merujuk pada virus corona untuk menjatuhkan China, Ahad (23/8).

FDA mengatakan penelitian awal menunjukkan plasma darah dapat menurunkan angka kematian dan meningkatkan kesehatan pasien jika diberikan dalam tiga hari pertama perawatan di rumah sakit. Badan itu  menyimpulkan itu aman setelah tinjauan ekstensif data yang dikumpulkan selama beberapa bulan terakhir. 

Dalam sebuah pernyataan, manfaat pengobatan lebih besar daripada risikonya. Tapi, beberapa ahli, termasuk  anggota gugus tugas virus korona Gedung Putih, Anthony Fauci, telah menyatakan keraguan tentang kekuatan studi tersebut sejauh ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler