China Kecam Kunjungan Presiden Senat Ceko ke Taiwan
Presiden Senat Ceko memimpin delegasi beranggotakan 90 orang ke Taiwan
REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengecam kunjungan Presiden Senat Republik Ceko Milos Vystrcil ke Taiwan, Senin (31/8). Dia memandang kunjungan tersebut sebagai sebuah "pengkhianatan".
"China tidak akan duduk diam dan menoleransi provokasi pemimpin Senat Ceko dan pasukan anti-China di belakangnya. Kami akan membuat mereka membayar mahal untuk perilaku picik dan spekulasi politik," ujar Wang kepada awak media di Jerman, dilaporkan laman BNN Bloomberg.
Wang menyebut Vystrcil akan "membayar mahal" karena melanggar prinsip One China atau Satu China dengan melakukan kunjungan tersebut.
Prinsip Satu China yang Wang maksud adalah mengenai kesatuan China dan Taiwan. Beijing mewajibkan semua negara untuk mematuhi posisi itu dalam hubungan diplomatik mereka. China menganggap Taiwan sebagai provinsi sehingga tidak memiliki hak untuk berhubungan antar negara.
Vystrcil memimpin delegasi beranggotakan 90 orang ke Taiwan. Di dalamnya termasuk Wali Kota Praha Zdenek Hrib. Dalam sebuah forum investasi, Vystrcil mengatakan dia ingin memperdalam hubungan perdagangan dengan Taiwan. Menurutnya, para pengusaha di negaranya ingin berinvestasi dan menjalin kerja sama bisnis dengan Taipei.
Pemerintah Taiwan pun menyambut Vystrcil beserta delegasinya. "Taiwan dan Republik Ceko adalah negara demokratis dengan nilai-nilai yang sama. Delegasi Ceko di sini untuk berdagang. Kami berharap dapat memperdalam hubungan perdagangan," kata Menteri Ekonomi Taiwan Wang Mei-hua.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu mengatakan China terus memberikan tekanan pada pemerintahannya. Dia menuding Beijing hendak mengubah Taiwan seperti Hong Kong.
"Hidup kami menjadi semakin sulit karena China terus menekan Taiwan agar menerima syarat-syarat politiknya, syarat yang akan mengubah Taiwan menjadi Hong Kong berikutnya," kata Wu saat menghadiri konferensi pers bersama Menteri Kesehatan Amerika Serikat (AS) Alex Azar pada 11 Agustus lalu, dikutip laman Aljazirah.
China telah mengusulkan model otonomi "satu negara, dua sistem" untuk membuat Taiwan menerima aturannya, sama seperti yang diterapkan di Hong Kong. Pemerintah dan partai-partai besar di Taiwan telah menolak usulan tersebut.
"Kami tahu ini bukan hanya tentang status Taiwan, tapi tentang mempertahankan demokrasi dalam menghadapi agresi otoriter. Taiwan harus memenangkan pertempuran ini agar demokrasi menang," ujar Wu.
Taiwan merupakan masalah teritorial China yang paling sensitif. Beijing mengklaim wilayah itu merupakan salah satu provinsinya dan bagian yang tak terpisahkan dari negaranya. Namun Taiwan menolak tunduk dan bergabung dengan China. Presiden Taiwan Tsai Ing-wen bahkan mengatakan bahwa Taiwan sudah menjadi negara merdeka dengan nama resmi Republik China.