LBM Eijkman: Pengembangan Vaksin Merah Putih Capai 50 Persen
LBM Eijkman mengatakan pengembangan vaksin Merah Putih capai 50 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Lembaga Biologi Molekuler Lembaga Eijkman, Amin Soebandrio mengatakan pengembangan vaksin Merah Putih terus berjalan dan kini telah mencapai 50 persen. Uji coba vaksin Merah Putih diharapkan bisa dilakukan dalam waktu dua hingga tiga bulan ke depan, dan bibitnya didistribusikan pada 2021.
Amin menjelaskan, saat ini perkembangan vaksin Merah Putih untuk virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) sudah melalui tahapan amplifikasi, kloning, dan memasukkan materi genetik virus ke dalam sel mamalia. "Saat ini kami tinggal menunggu protein yang akan diekspresikan oleh sel mamalia," ujarnya saat mengisi diskusi Merck bertema 'Dukungan untuk Percepatan Penelitian Vaksin Covid-19', Kamis (3/9).
Secara paralel, kata Amin pihaknya juga akan kembali menggunakan sel-sel ragi untuk penelitian. Kemudian, Eijkman akan membandingkan keduanya untuk menemukan mana yang lebih efektif. "Nanti akan dilanjutkan uji coba pada hewan, diharapkan bisa dilakukan dalam 2-3 bulan ke depan sehingga bisa diselesaikan pada akhir tahun ini," katanya.
Amin mengaku pihaknya diberi waktu selama 12 bulan atau Maret 2021 untuk melakukan penelitan. Kendati demikian, pihaknya mengaku berupaya melakukannya lebih cepat. Artinya, dia melanjutkan, apabila ada prosedur yang bisa diperpendek, termasuk penggunaan berbagai alat laboratorium yang memungkinkan penelitian lebih singkat maka upaya itu akan dilakukan Eijkman. Karena itu, pihaknya mengapresiasi dukungan peralatan yang diberikan perusahaan di bidang healthcare, life science and performance materials Merck Indonesia.
Di kesempatan yang sama, Peneliti LBM Eijkman R Tedjo Sasmono memproyeksikan vaksin Covid-19 dirilis pertengahan 2021 hingga akhir tahun depan setelah lolos uji klinis. Menurutnya, vaksin bisa lebih cepat dirilis kalau ada dukungan melakukan penelitiannya dari mitra terkait seperti BUMN Penghasil Vaksin Bio Farma.
"Kemudian bareng-bareng melakukan penelitian, misalnya dalam produksi protein di hewan mamalia dilakukan secara paralel, jadi lebih cepat," katanya.
Selain itu, dia melanjutkan, percepatan juga bisa dilakukan dengan adanya dukungan dari regulator yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sebab, dia melanjutkan, untuk dinyatakan lulus uji klinis oleh BPOM dalam situasi normal bisa selama bertahun-tahun.
"Karena uji klinis dilakukan secara berurutan yaitu fase 1, 2, 3. Kalau ketiga fase itu dilakukan paralel selama pandemi, jadi tidak perlu berurutan maka bisa lebih cepat," ujarnya.